Jurnal Penelitian Iklan dalam Etika dan Estetika

IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA

Jurnal Penelitian

Diajukan guna melengkapi salah satu syarat penilaian semester 7
Mata Kuliah Etika Bisnis
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma

Nama                              :   Yunita Zakiah
NPM                               :   17211684
Kelas                               :   4EA17
Dosen                              :   Bonar S. Panjaitan




FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2014



ABSTRAK

Yunita Zakiah, 4EA17, 17211684
IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA
Kata kunci: Iklan, Etika, Estetika

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan konsumen.
Secara etika sekaligus estetika kasus intrusive advertising ini telah melanggar. Kedua operator dianggap tidak meminta izin kepaada pemilik situs dan bagi konsumen hal ini mengganggu mereka. Bahkan melanggar hak konsumen karena sudah mengganggu kenyaman konsumen dalam memanfaatkan layanan komunikasi. Apalagi iklan yang muncul menunjukkan gambar tidak senonoh atau mengarah ke perjudian.
Jadi penyelesaiannya lebih kepada awareness di tingkat top management operator bahwa hal itu melanggar, mungkin secara teknis implementasinya mereka tidak paham jika ini berpotensi melanggar hukum.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kegiatan bisnis saat ini semakin berkembang pesat, kemudahan akses dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja menjadi tantangan baru bagi para pelaku bisnis. Bisnis yang ber “etika” merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan bisnis itu sendiri, karena tujuan dari bisnis tidak hanya semata-mata memaksimalkan keuntungan saja yang akan mengakibatkan timbulnya keadaan yang tidak “etis” tetapi juga harus memperhatikan lingkungan bisnis atau disebut sebagai “the stakeholders ‘benefit” atau “manfaat bagi stakeholder” (K. Bertens, 2000, 164).

Stakeholder dapat dibagi atas pihak yang berkepentingan yaitu internal dan eksternal, konsumen adalah salah satu stakeholder eksternal, sehingga tujuan bisnis/perusahaan adalah memberikan manfaat kepada para stakeholders.

Dalam keadaan persaingan ketat memperebutkan perhatian konsumen, dan dunia bisnis yang semakin kompetitif, bagian pemasaran prusahaan akan terus mencri terobosan-terobosan baru melalui promosi untuk mengimbangi atau mengatasi upaya-upaya promosi oleh pesaing. Pada hakekatnya, promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk, dan mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan mengingatkan pasar sasaran atas perusahaan dan produknya agar bersedia menerima, membeli, dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan yag bersangkutan (Fandy Tjiptono, 2002:219).

Iklan dapat dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasaran, antara penjual dan calon pembeli. Iklan menjadi media penghubung antara produsen terhadap konsumen, dapat mempengaruhi dan memiliki dampak terhadap citra  produk dan perusahaan. Oleh karena itu, iklan sebaiknya memiliki etika dan estetika.

1.2  Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, pada bagian ini permasalahan dirumuskan sebagai berikut:

  1. Bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan?
  2. Bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari hak-hak konsumen?

Pembahasan dalam penulisan ini adalah melihat etika yang digunakan oleh pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya khususna dalam hal beriklan. Supaya tujuan penelitian dapat tercapai, maka penulis membatasi ruang lingkup masalah.
Objek yang diteliti adalah pelaku bisnis dibidang pelayanan telekomunikasi di Indonesia. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah analisa deskriptif.

1.3  Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan.
  2. Untuk mengetahui produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari hak-hak konsumen.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Iklan
Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Kenyataan ini berkaitan erat dengan cara berproduksi industry modern yang menghasilkan produk-produk dalam kuantitas besar, sehingga harus mencari pembeli (Bertens, 2000 : 263).

Iklan merupakan salah satu strategi pemasaran yang bermaksud untuk mendekatkan barang yang hendak dijual dengan konsumen. Dalam hal ini berarti bahwa dalam iklan kita dituntut untuk selalu mengatakan hal yang benar kepada konsumen tentang produk sambil membiarkan konsumen bebas menentukan untuk membeli atau tidak membeli produk itu (Sony Keraf, 1993 : 142).

2.2 Fungsi Iklan
Fungsi iklan sebagai pemberi informasi tetap menghargai kebebasan para konsumen untuk memutuskan dalam membeli suatu barang, karena iklan hanya sekedar member masukan tentang sebuah produk. Atas dasar ini, untuk sementara kita bisa mengatakan bahwa sejauh iklan memberi informasi yang benar, kesalahan atau kekeliruan dalam membeli sebuah produk tidak bisa dibebankan sepenuhnya kepada iklan (Sony Keraf, 1993 : 146):

  1. Fungsi Informasi: menjelaskan perihal produk/servis – keadaan dan features
  2. Fungsi persuasif : membujuk orang agar membeli produk/jasanya


Iklan yang menyatakan kebenaran dan kejujuran adalah iklan yang beretika. Akan tetapi, iklan menjadi tidak efektif, apabila tidak mempunyai unsur persuasif. Akibatnya, tidak akan ada iklan yang akan menceritakan the whole truth dalam pesan iklannya. Sederhananya, iklan pasti akan mengabaikan informasi-informasi yang bila disampaikan kepada pemirsanya malah akan membuat pemirsanya tidak tertarik untuk menjadi konsumen produk atau jasanya.

2.3 Prinsip Moral yang Perlu dalam Iklan
Terdapat paling kurang 3 (tiga) prinsip moral, sehubungan dengan penggagasan mengenai etika dalam iklan. Ketiga prinsip itu adalah :
(1) Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran berhubungan dengan kenyataan bahwa bahasa penyimbol iklan seringkali dilebih-lebihkan, sehingga bukannya menyajikan informasi mengenai persediaan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen, tetapi mempengaruhi bahkan menciptakan kebutuhan baru.
Maka yang ditekankan disini adalah bahwa isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sementara yang dihindari di sini, sebagai konsekuensi logis adalah upaya manipulasi dengan motif apapun juga.

(2) Prinsip Martabat Manusia sebagai Pribadi
Bahwa iklan semestinya menghormati martabat manusia sebagai pribadi semakin ditegaskan dewasa ini sebagai semacam tuntutan imperatif (imperative requirement).
Iklan semestinya menghormati hak dan tanggungjawab setiap orang dalam memilih secara bertanggungjawab barang dan jasa yang ia butuhkan, ini berhubungan dengan dimensi jasa yang ditawarkan (lust), kebanggaan bahwa memiliki barang dan jasa tertentu menentukan status sosial dalam masyarakat, dan lain-lain.

(3) Iklan dan tanggungjawab sosial
Manipulasi melalui iklan atau cara apapun merupakan tindakan yang tidak etis. Ada 2 (dua) cara untuk memanipulasi orang dengan periklanan :
  • a. Subliminal advertising
Maksudnya adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi, tinggal dibawah ambang kesadaran. Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun audio (Bertens, 2000 : 273).
  • b. Iklan yang ditujukan kepada anak
Iklan seperti ini pun harus dianggap kurang etis, karena anak mudah dimanipulasi dan dipermainkan. Iklan yang ditujukan langsung kepada anak tidak bisa dinilai lain daripada manipulasi saja dan karena itu harus ditolak sebagai tidak etis (Bertens, 2000 : 274).

2.4 Penilaian Etis terhadap Iklan
Refleksi tentang masalah-masalah etis di sekitar praktek periklanan merupakan contoh bagus mengenai kompleksitas pemikiran moral. Disini prinsip-prinsip etis memang penting, tapi tersedianya prinsip-prinsip etis ternyata tidak cukup untuk menilai moralitas sebuah iklan. Refleksi tentang etika periklanan mengingatkan kita bahwa penalaran moral selalu bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi konkret. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip etis dalam periklanan (Bertens, 2000 : 277):
a. Maksud si pengiklan
Penilaian etis atau tidaknya suatu iklan tentu saja berkorelasi kuat dengan maksud si pengiklan, apabila maksud si pengiklan sudah tidak baik, maka sudah dapat dipastikan bahwa iklannya pun juga akan sulit dianggap etis oleh masyarakat. Contohnya iklan operator seluler yang sering kita lihat saling menjatuhkan satu sama lain, yang apabila dibiarkan hal ini akan menjadi perang iklan antar operator seluler yang tentu saja dampaknya tidak baik bagi masyarakat.

b. Isi iklan
Selain maksud si pengiklan, suatu iklan akan menjadi tidak etis apabila isi iklan tersebut kurang baik, misalnya saja iklan tentang minuman keras, terutama apabila disiarkan di Negara yang menjunjung tinggi adat ketimuran seperti Indonesia ini. Ada juga kontroversi iklan mengenai produk yang merugikan kesehatan masyarakat, apalagi kalau bukan rokok. Pemerintah dapat mengambil tindakan tegas untuk melarang iklan rokok yang ada dengan tujuan agar masyarakat tidak terpengaruh oleh rokok, terutama generasi muda dan remaja. Namun di sisi lain rokok boleh diperjualbelikan dengan legal, tentunya akan menuai banyak protes ketika iklan tentang rokok dilarang. Dalam hal seperti ini, konsumen sendirilah yang harus mem-filter iklan-iklan tersebut, dapat mempertimbangkan penggunaannya bagi kesehatannya, terutama resiko yang didapat daripada manfaat yang diperoleh.

c. Keadaan publik yang tertuju
Dalam membuat iklan, pastilah sang produsen menargetkan iklannya tepat sasaran, yaitu tepat mengena pasar konsumen tertentu yang dituju, misalnya iklan mobil menargetkan iklannya dapat menarik bagi masyarakat golongan menengah ke atas (karena secara realitas merekalah yang mampu membeli). Hal ini apabila penyampaiannya kurang tepat, maka dapat menimbulkan perkara etika bagi golongan masyarakat dibawahnya. Apakah etis jika ada iklan tentang mobil yang mewah ditengah-tengah keadaan masyarakat yang sedang kacau dan mayoritas berada di bawah garis kemiskinan ? Karena dengan adanya iklan semacam ini, maka garis pemisah antara penduduk kaya dan miskin akan semakin tebal.

d. Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi, dimana dalam tradisi itu, orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Sudah ada aturan main yang disepakati secara implisit atau eksplisit dan yang seringkali tidak dapat dipisahkan dari etos yang menandai masyarakat itu (Bertnes, 2000 : 280).

Pengontrolan terhadap Iklan
Karena kemungkinan dipermainkannya kebenaran dan terjadinya manipulasi merupakan hal-hal rawan dalam bisnis periklanan, maka perlu adanya kontrol yang tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut (Bertens, 2000 : 274)
a. Kontrol oleh Pemerintah
Disini terletak tugas penting bagi pemerintah, yang harus melindungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan. Di Indonesia iklan tentang makanan dan obat diawasi secara langsung oleh BPPOM (Bertens, 2000 : 275).

b. Kontrol oleh para pengiklan
Dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh profesi periklanan itu sendiri. Di Indonesia kita kita memiliki tata karma dan tata cara periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan oleh AMLI (Asosiasi Perusahaan Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia), PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar). Pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada KPI (Komisi Periklanan Indonesia) yang terdiri atas unsure semua asosiasi pendukung dari tata karma tersebut (Bertens, 2000 : 275).

c. Kontrol oleh masyarakat
Beberapa lembaga juga turut menggalakkan etika periklanan, yaitu YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) dan lembaga pembinaan dan perlindungan konsumen. Lembaga-lembaga tersebut sebagai pengontrol atas kualitas dan kebenaran periklanan.

2.5 Pergumulan Iklan dalam Etika Bisnis
Ada sebuah pernyataan yang terus diperdebatkan dalam dunia bisnis, yaitu : Apakah benar bahwa bisnis perlu dijalankan secara etis ? Apakah bisnis perlu etika ? Apakah antara bisnis dan etika ada hubungannya ? Ada yang mengatakan bisnis adalah bisnis, dan bisnis jangan dicampuradukkan dengan etika. Menurut de George di sebut sebagai “mitos bisnis amoral”. Yang mau digambarkan disini adalah bahwa kerja orang bisnis adalah berbisnis bukan beretika. Atau secara lebih tegas, antara bisnis dan etika tidak ada hubungan sama sekali, karena keduanya merupakan 2 (dua) dunia yang sangat berbeda dan tidak bisa dicampuradukkan (Sony Keraf, 1993 : 58-59).

Tetapi karena iklan langsung menyangkut konsumen dan sekaligus menyangkut persoalan penerapan prinsip kejujuran dan otonomi konsumen, iklan sering dianggap sebagai salah satu tolok ukur bisnis yang etis atau tidak. Sayangnya, karena kecenderungan yang terlalu besar untuk menarik konsumen agar membeli barang produksi tertentu dengan member kesan dan pesan yang berlebihan tanpa terlalu memperhatikan aspek kejujuran dan otonomi konsumen, iklan sering menyebabkan citra bisnis tercemar sebagai kegiatan tipu menipu (Sony Keraf, 1993 : 143).

Agar promosi melalui iklan tidak sia-sia, sebaiknya promosi diarahkan untuk mencapai tujuan khusus dari periklanan. Tujuan-tujuan periklanan adalah tujuan yang diupayakan untuk dicapai oleh periklanan. Secara umum, tujuan iklan adalah :

  1. Menciptakan pengenalan merek dan perusahaan, dengan beriklan, seorang pemilik usaha dapat memperkenalkan produk, dan perusahaan.
  2. Memosisikan produk di mata konsumen, dengan mengiklankan produk, berarti merupakan usaha memosisikan hal tersebut di benak konsumen. Tujuan mengiklankan barang atau jasa adalah agar produk yang dijual masuk dalam posisi utama di benak konsumen sehingga mereka bisa menjadi pelanggan yang setia.
  3. Mendorong konsumen untuk mencoba barang maupun jasa yang ditawarkan, karena iklan yang bagus adalah iklan yang membuat orang yang melihat penasaran untuk mencoba apa yang ditawarkan dalam iklan tersebut.
  4. Mendukung terjadinya pembelian uang, sebuah iklan yang dimaksudkan untuk mendorong konsumen melakukan pembelian ulang. Seandainya sudah konsumen yang pernah membeli produk yang dijual, maka dengan adanya iklan diharapkan bisa mengingatkan para konsumen atas keberadaan barang maupun jasa yang dijual tersebut sehingga mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang.
  5. Membina loyalitas pelanggan, salah satu harapan yang diinginkan setelah mengiklankan adalah membina loyalitas dengan pelanggan. Secara tidak langsung, iklan mampu mengingatkan konsumen atas keberadaan produk yang diiklankan itu dan bisa saja produk itu mampu menempati posisi yang bagus di benak konsumen sehingga mereka bisa menjadi pelanggan yang setia.
  6. Menginformasikan keistimewaan barang atau jasa baru, iklan juga bisa digunakan untuk menginformasikan produk baru dengan menjelaskan keunggulan dan keistimewaan dari barang baru tersebut.
  7. Meningkatkan citra, sebuah produk yag diiklankan kemungkinan kenaikan citranya lebih besar daripada produk yang tidak diiklankan sama sekali. Jadi, agar produk dari usaha kita bisa naik nilai citranya di mata konsumen, maka ada baiknya produk tersebut diiklankan. Sebagian besar konsumen Indonesia akan merasa bangga mengkonsumsi produk-produk yang terkenal atau paling tidak yang pernah mereka lihat dari iklan atau dengar dari orang lain.
Namun, yang juga menjadi persoalan adalah bahwa tidak semua konsumen mempunyai standar kemampuan menyerap informasi secara sama. Bagaimana mungkin pembeli atau konsumen bisa bebas menentukan pilihannya kalau kemampuannya untuk menyerap informasi terbatas bahkan kemampuannya untuk memutuskan secara bebas tidak memadai ? Memang agak sulit kita memberi iklan yang sesuai dengan masyarakat yang beraneka ragam. Karena itu yang ideal adalah bahwa iklan sejauh mungkin member informasi sedemikian rupa sehingga tidak sampai memperdaya konsumen (Sony Keraf, 1993 : 147).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1.      Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah pelaku bisnis dibidang pelayanan telekomunikasi di Indonesia, khususnya Telkomsel dan XL Axiata.

3.2.      Data / Variabel Yang Digunakan
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu suatu pengumpulan data dan informasi yang di peroleh dengan menggunakan informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Intrusive Advertising yang dilakukan Telkomsel dan XL Axiata.

3.3.      Metode Pengumpulan Data
Dalam upaya memperoleh data dalam penyusunan penulisan ilmiah ini, penulis mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber dengan metode penulisan sebagai berikut :
1. Observasi
Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut penulis menggunakan data sekunder berupa artikel berita yang terdapat di beberapa portal berita.
2. Studi Pustaka
Mencari referensi dari buku-buku dan literatur-literatur yang berkaitan dengan topik dalam penulisan ini.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data dan Profile Objek Penelitian
Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) dan Asosiasi Digital Indonesia (IDA) menolak praktik intrusive advertising yang dilakukan oleh operator seluler di Indonesia, yakni Telkomsel dan XL Axiata.
Bentuk iklan intrusive ini umumnya mempunyai dua bentuk, yakni:
  1. Interstitial ads (iklan "peralihan"), biasanya ditayangkan dalam satu layar penuh sebelum pengguna masuk ke halaman situs yang dituju.
  2. Off-deck ads, iklan jenis ini muncul di bagian atas halaman situs yang dituju, "mendorong" konten situs ke bawah. Off-deck ads merupakan format iklan yang disisipkan di bagian atas halaman sebuah situs.

4.2 Hasil Penelitian dan Analisis/Pembahasan
4.2.1 Kasus
Praktik Intrusive Advertising (Interstitial & Off-deck) Tanpa Seijin Pemilik Situs dan Konsumen
Bagi pemilik situs
Penayangan iklan ini dilakukan tanpa izin dan kerjasama dengan pemilik situs. Padahal, pengguna mempersepsikan pemilik situs atau media online sebagai pihak yang menayangkan dan bertanggung jawab atas semua iklan yang tayang di situs tersebut. Akibatnya, banyak keluhan dari pengguna ditujukan kepada pemilik situs karena pandangan tersebut.  Isi iklan juga dapat menimbulkan iklim persaingan yang tidak baik di mana iklan dari sebuah perusahaan dapat ditayangkan di situs milik kompetitor langsungnya.

Bagi konsumen
Praktik iklan ini mengganggu kenyamanan dalam mengakses informasi. Selama ini belum ada komunikasi dan prosedur yang transparan dalam memberikan opsi bagi pengguna untuk menolak atau menerima penayangan iklan tersebut. Selain itu, beberapa kali didapati isi  iklan yang kurang pantas dan tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat.

Bagi industri secara general
Praktik ini telah dan akan mengganggu kemajuan industri periklanan dan digital pada umumnya. Para pemain bisnis baru yang mempunyai ide-ide kreatif akan disulitkan karena potensi sumber pendapatan mereka melalui iklan dibajak oleh pihak yang tidak berhak. Dalam jangka panjang, hal ini akan menjadi menurunkan motivasi para pemain baru untuk masuk ke industri.

Landasan hukum
UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE - Pasal 32 Ayat 1 yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah,menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.”
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen – Pasal 20 yang berbunyi “Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.”

Landasan etis - Etika Pariwara Indonesia
Iklan pada media internet: "Tidak boleh ditampilkan sedemikian rupa sehingga mengganggu kebisaan atau keleluasaan khalayak untuk merambah (to browse) dan berinteraksi dengan situs terkait, kecuali telah diberi peringatan sebelumnya.

4.2.2 Pembahasan
4.2.2.1 Pelanggaran yang dilakukan
Tindakan para operator itu bertentangan dengan Pasal 32 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

Selain itu, dari sisi periklanan hal ini juga diatur pada Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.”
Melanggar paling tidak UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik), UU Persaingan Usaha. Dari sudut pandang Undang-undang ITE, itu (intrusive ads) sudah masuk dalam tindakan pidana berat, karena operator melakukan perubahan informasi, ini kaitannya dengan integritas informasi.

4.2.2.2 Pandangan idEA dan IDA
Penolakan praktik iklan yang dianggap mengganggu itu disampaikan oleh Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) dan Asosiasi Digital Indonesia (IDA). Total ada 39 situs anggota idEA dan 21 situs anggota IDA yang menyatakan keberatan dan menyerukan penghentian praktik tersebut.

Dari sisi konsumen pengguna jasa operator, praktik iklan ini jelas mengganggu kenyamanan dalam mengakses informasi. Kendati operator menyatakan akan memberikan manfaat bagi pengguna sebagai imbalan, tidak ada komunikasi dan prosedur yang transparan dalam memberikan opsi bagi pengguna untuk menolak atau menerima penayangan iklan tersebut.
 Apalagi, sekarang ada yang muncul (tombol) 'skip'-nya lama. Orang, masyarakat, pasti terganggu. Mereka mau melihat berita, pasti terganggu. Iklan harus dibedakan dengan bagian dari berita. Sekarang, antara iklan dan bagian dari berita tidak bisa dibedakan. Yang penting, bentuk apa pun harus izin.
Beberapa kali didapati isi iklan yang kurang pantas dan tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Isi iklan juga dapat menimbulkan iklim persaingan yang tidak baik di mana iklan dari sebuah perusahaan dapat ditayangkan di situs milik kompetitor langsungnya.
Keberadaan iklan tersebut tidak hanya mengganggu masyarakat, tetapi juga merugikan pemilik media. Terlebih lagi, kini media harus bertanggung jawab atas semua konten dalam medianya.
Penayangan iklan ini dilakukan tanpa izin dan kerjasama dengan pemilik situs. Padahal, pengguna mempersepsikan pemilik situs atau media online sebagai pihak yang menayangkan dan bertanggung jawab atas semua iklan yang tayang di situs tersebut. Akibatnya, banyak keluhan dari pengguna ditujukan kepada pemilik situs karena pandangan tersebut.
Khusus dalam kasus yang melibatkan Telkomsel dan XL Axiata, media tempat mereka beriklan tidak mengetahui keberadaan iklan tersebut. Padahal, dalam aturan baru yang dibuat PPEPI bersama IDA, media harus bertanggung jawab terhadap semua yang ditampilkan dalam situsnya. Secara umum, iklan dalam bentuk intrusive tidak etis. Selain karena tidak izin dan tidak mempertimbangkan kepentingan pemilik media, pengguna media juga terganggu.
Dilihat dari sisi struktur DNS (Domain Name System) yang sudah tertata rapi di seluruh dunia, alamat situs atau URL (Uniform Resource Locator) apabila diakses seharusnya menuju ke alamat yang sama. Dalam hal iklan ini, operator disebut mengarahkan pengguna ke alamat operator terlebih dahulu untuk menghasilkan pendapatan iklan. Praktik ini dapat digolongkan sebagai upaya hijacking atau hostile redirecting untuk menghasilkan keuntungan sepihak.

4.2.2.3 Yang telah dilakukan
IdEA telah berupaya mengundang kedua operator seluler tersebut, baik melalui ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia) maupun secara langsung ke masing-masing perusahaan, secara formal dan juga informal di berbagai kesempatan. Namun, sampai sekarang upaya komunikasi tersebut belum mendapatkan perhatian serius.

Akan tetapi, terjadi inkonsistensi di mana kedua operator kembali menayangkan iklan secara sepihak di beberapa situs KKMO/IDA. Kami sangat menyayangkan kelalaian dari pihak operator dalam menanggapi persoalan ini. Semoga ke depannya masyarakat pengguna layanan dan pemilik website lain dapat turut menyuarakan pendapat mereka. Kami masih optimis dapat menemukan solusi yang menguntungkan bagi semua pihak, asalkan ada kesediaan dari semua pemangku kepentingan untuk berdiskusi.

4.2.2.4 Tanggapan Pihak XL Axiata dan Telkomsel
Berikut adalah tanggapan dari XL Axiata yang disampaikan lewat Manager Public Relation, Henry Wijayanto:
"Kami akan pelajari dan diskusikan dulu di internal kami mengenai hal tersebut. Dan kami tentunya juga menghargai sikap penolakan yang disampaikan tersebut. Namun demikian, kami berharap akan ada kesamaan pandangan dan pemahaman bersama antara XL dengan rekan-rekan asosiasi mengenai bisnis mobile advertising tersebut," tuturnya saat dihubungi KompasTekno, Rabu (10/9/2014). 
Sedangkan pihak Telkomsel menyampaikan tanggapan berikut ini, yang disampaikan oleh Denny Abidin, GM External Corporate Communication Telkomsel: 
"Sehubungan dengan press release yang dikeluarkan oleh idEA dan IDA terkait penolakan terhadap praktik Intrusive Advertising oleh Operator Seluler, saat ini kami tengah melakukan diskusi di  internal Telkomsel. Pada dasarnya kami menghormati sikap idEA dan IDA tersebut dan berupaya agar ada titik temu ke depannya mengenai hal ini. Telkomsel akan selalu patuh pada hukum dan ketentuan yang berlaku termasuk dalam hal iklan digital ini."
Dua operator tersebut menyatakan sedang melakukan diskusi internal di perusahaan masing-masing menyikapi penolakan tersebut.
"Pada dasarnya kami menghormati sikap idEA dan IDA tersebut dan berupaya agar ada titik temu ke depannya mengenai hal ini. Telkomsel akan selalu patuh pada hukum dan ketentuan yang berlaku termasuk dalam hal iklan digital ini," kata Denny Abidin, GM External  Corporate Communications Telkomsel, Kamis (11/9/2014).
Sementara GM Eksternal Corporate Communication XL, Tri Wahyuningsih mengatakan, pihaknya berharap ada kesamaan pendangan antara XL dengan asosiasi soal layanan bisnis advertising.
"Secara prinsip XL akan mematuhi aturan dan undang-undang yang berlaku, termasuk mengenai layanan mobile advertising," jelasnya.
4.2.2.4 Langkah Penyelesaian yang Dapat Dilakukan
Para pelaku industri iklan digital yang tergabung dalam enam asosiasi serempak menolak praktik intrusive ads tersebut. Keenam asosiasi tersebut adalah idEA (Asosiasi E-Commerce Indonesia), IDA (Asosiasi Digital Indonesia), APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), dan PANDI (Pengelola Nama Domain Internet Indonesia), AAPAM (Association of Asia Pacific Advertising Media), dan P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia).

Bisa melakukan mediasi lewat Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Asosiasi Telepon Seluler Indonesia (ATSI) dan APJII.

Ada dampak negatif yang banyak, terutama untuk aspek sosial pengguna menyangkut privasi, mereka juga tidak memiliki pilihan untuk keluar (opt out) dari layanan itu. Tak jarang konten-konten yang ditampilkan memuat iklan dengan gambar yang vulgar, atau mengarah ke perjudian. Filtering-nya juga dipertanyakan, karena konten seperti itu jelas melanggar etika, ada konten yang tidak senonoh.
Jika tidak ada aturan yang mengatur secara tegas, maka semua pemangku kepentingan akan merasa berhak untuk menayangkan iklan mereka masing-masing. Semuanya, dari pembuat perangkat, penyedia layanan, pemilik tower, pemancar, semua akan merasa berhak, ini yang berbahaya ke depannya.
1.      Membuat kunjungan masyarakat kepada situs web tertentu menurun
Iklan yang dilakukan tanpa seizin pengelola situs sangatlah tidak etis. Bahkan, jika kemudian iklan tersebut membuat kunjungan masyarakat kepada situs web tertentu menurun, maka operator situs bisa saja mengadukan hal tersebut kepada pihak tertentu karena menyebabkan kerugian bisnis.
2.      Banyak keluhan dari pengguna ditujukan kepada pemilik situs
Padahal, pengguna mempersepsikan pemilik situs atau media online sebagai pihak yang menayangkan dan bertanggung jawab atas semua iklan yang tayang di situs tersebut. Akibatnya, banyak keluhan dari pengguna ditujukan kepada pemilik situs karena iklan tanpa izin tersebut.
3.      Praktik iklan ini mengganggu kenyamanan dalam mengakses informasi
Pengguna Internet pun tidak diberikan opsi untuk menolak atau menerima penayangan iklan tersebut.
4.      Hak konsumen ada yang dicurangi
Pelanggan itu berhak mencari informasi apapun, saat ia hendak menuju informasi yang dicarinya kemudian ada informasi lain yang menghalangi, berarti hak konsumen ada yang dicurangi. Meskipun halaman itu gratis, tetap saja ada jeda waktu yang hilang. Bukan masalah gratis atau tidaknya.
5.      Iklan itu juga menyalahi hak pemilik nama domain dan alamat Internet Protocol (IP Address).
Baik IP Address maupun nama domain itu hak pihak yang mendaftarkannya, termasuk publisher yang mengelola situsnya. Mereka mendapatkan hak untuk memanfaatkannya, asal tidak bertentangan dengan hukum, ia merasa ini menjadi tidak etis.
6.      Melakukan penyadapan terhadap traffic
Secara teknologi, yang dilakukan operator tersebut adalah melakukan penyadapan terhadap traffic, mengubah traffic yang lewat, melakukan persaingan yang tidak sehat.

4.2.2.5 Pihak yang Pro Terhadap Intrusive Advertising
Menurut pihak ATSI, kedua jenis iklan itu masuk dalam golongan mobile advertising, yang mereka definisikan sebagai berikut: inovasi layanan baru, yang dilaksanakan oleh para mitra kerja operator telekomunikasi atau operator sendiri, untuk menyampaikan suatu pesan promosi kepada pelanggan operator telekomunikasi, ketika pelanggan menggunakan layanan data dari operator yang bersangkutan melalui jaringan telekomunikasi milik operator itu dengan perangkat mobile (mobile phone, tablet dan sejenisnya) milik pelanggan.

Karena menggunakan jaringannya sendiri dan untuk pelanggannya sendiri juga. Operator telekomunikasi menjamin bahwa pelanggan akan tetap memperoleh informasi secara utuh, lengkap dan sesuai dengan apa adanya.

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Secara etika sekaligus estetika kasus intrusive advertising ini telah melanggar. Kedua operator dianggap tidak meminta izin kepaada pemilik situs dan bagi konsumen hal ini mengganggu mereka. Bahkan melanggar hak konsumen karena sudah mengganggu kenyaman konsumen dalam memanfaatkan layanan komunikasi. Apalagi iklan yang muncul menunjukkan gambar tidak senonoh atau mengarah ke perjudian.

Masalahnya terdapat pada sikap operator yang menganggap bahwa intrusive ads itu adalah benar dan sah-sah saja. Padahal menurutnya, metode yang dipakai oleh operator dalam menampilkan iklan peralihan itu termasuk dalam dua kategori pelanggaran di atas.
Jadi penyelesaiannya lebih kepada awareness di tingkat top management operator bahwa hal itu melanggar, mungkin secara teknis implementasinya mereka tidak paham jika ini berpotensi melanggar hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, Kees. 2006. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.
Keraf, Sonny. 2008. Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.
http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id 31559/title.etika-bisnis-dalam.periklanan/ 15/10/10
http://id-id.facebook.com/topic.php?uid=13667272067&topic=13751 16/10/2003

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH PROPOSAL KEGIATAN (REUNI SMA)

Adverbial Clauses

CONDITIONAL SENTENCES