Latihan dan Pengembangan SDM
Latihan
dan Pengembangan SDM
1. Pengertian
dan Tujuan Pelatihan dan Pengembangan
Menurut T. Hani
Handoko (1991 : 243), tujuan latihan dan pengembangan karyawan adalah untuk
memperbaiki efektivitas kerja karyawan dalam mencapai hasil-hasil kerja yang
telah ditetapkan.
Tujuan pelatihan :
1.
Untuk
meningkatkan keterampilan para karyawan sesuai dengan perubahan teknologi.
2.
Untuk
meningkatkan produktivitas kerja organisasi.
3.
Untuk
mengurangi waktu belajar bagi karyawan baru agar menjadi kompeten.
4.
Untuk
membantu masalah operasional.
5.
Memberi
wawasan kepada para karyawan untuk lebih
mengenal organisasinya.
6.
Meningkatkan
kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang sekarang.
7.
Kemampuan
menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari “kacamata” orang lain.
8.
Meningkatkan
kemampuan menginterpretasikan data dan daya nalar para karyawan.
9.
Meningkatkan
kemampuan dan keterampilan para karyawan dalam menganalisis suatu permasalahan
serta pengambilan keputusan.
Tujuan pengembangan :
1.
Mewujudkan
hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan.
2.
Menyiapkan
para manajer yang berkompeten untuk lebih cepat masuk ke tingkat senior
(promosi jabatan).
3.
Untuk
membantu mengisi lowongan jabatan tertentu.
4.
Meningkatkan
semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan komitmen
organisasional yang lebih tinggi.
5.
Mendorong
sikap keterbukaan manajemen melalui gaya manajerial yang partisipatif.
6.
Meningkatkan
kepuasan kerja.
7.
Memperlancar
jalannya komunikasi yang efektif yang dapat memperlancar proses perumusan
kebijakan organisasi dan operasionalnya.
8.
Mengembangkan
atau merubah sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerja sama dengan sesama
karyawan dan manajemen ( pimpinan ).
2. Kapan
Pelatihan dianggap Perlu ?
Pelatihan SDM
bertujuan agar setiap pekerja dapat meningkatkan kemampuannya dalam
melaksanakan pekerjaannya, karena dengan meningkatnya persaingan dan semakin
berkembangnya jaman, dituntut para pekerja yang mampu terus bersaing dan terus
meningkatkan kemampuannya agar tidak ketinggalan dari pesaing. Dan secara
otomatis dengan meningkatnya performas pekerja akan berakibat baik pada
perkembangan perusahaan.
Pengelolaan SDM
yang baik harus dilaksanakan secara berkesinambungan melalui rangkaian
aktivitas yang terintegrasi. Dengan pengelolaan SDM yang baik maka dapat
diciptakan SDM yang profesional dalam jumlah memadai berdasarkan keahlian yang
dibutuhkan sesuai tuntutan perkembangan usaha, sehingga tercapai produktivitas
SDM yang optimal dalam mendukung keberhasilan implementasi strategi yang telah
ditetapkan.
Untuk
menghasilkan kualitas SDM yang berkualitas, diperlukan pendidikan dan pelatihan
yang terus menerus. Pendidikan dan pelatihan ini bisa dilakukan secara internal
perusahaan, in house training, ataupun mengirimkan pekerja secara bergantian ke
berbagai training provider baik di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk
mengikuti pelatihan SDM, workshop, seminar dan lain-lain.
Secara umum
pelatihan SDM bertujuan untuk menyediakan pekerja yang siap pakai baik dari sisi
kompetensi, manajerial, maupun perilaku, sehingga memberikan kontribusi positif
bagi perusahaan yang secara terus menerus sesuai dengan perkembangan persaingan
dan jabatan.Pelatihan SDM juga bertujuan untuk dapat menyiapkan kaderisasi bagi
jabatan-jabatan yang akan dikembangkan perusahaan di masa yang akan datang,
sehingga pada saatnya tidak memerlukan waktu untuk pengisian jabatan tersebut.
3. Jenis
Program Pelatihan dan Pengembangan
Menurut Alex S.
Nitisemo (1996), dalam merancang program pelatihan yang memungkinkan terjadinya
proses belajar, sejumlah variabel berikut ini penting untuk dipertimbangkan :
1.
Praktek
Agar seseorang dapat mempelajari
keterampilan baru atau memperoleh pengetahuan faktual, harus ada kesempatan
untuk mempraktekkan apa yang sedang dipelajari, praktek memiliki tiga aspek ;
praktek aktif, “overlearving”, dan
lamanya sesi praktek. Overlearving adalah pemberian kesempatan bagi peserta
untuk mempraktekkan tugas ataupun materi pelajaran berkali-kali sehingga tugus
benar-benar dikuasai/dipahami secara tepat. Pada overlaerving memiliki sejumlah
manfaat sebagai berikut :
a.
Materi
pelatihan akan diingat dalam waktu yang lebih panjang
b.
Proses
belajar menjadi lebih refleksif, sehingga tugas-tugas menjadi otomatis sejalan
dengan praktek yang berkelanjutan.
2.
Umpan
balik
Umpan balik adalah satu bentuk informasi
tentang upaya seseorang dalam peningkatan prestasi. Umpan balik sangat penting
bagi proses belajar dan unutk memotivasi peserta pelatihan. Umpan balik dapat
mendorong proses belajar dan motivasi dilakukan denga tiga cara :
a.
Memberi
informasi langsung kepada peserta tentang benar salahnya hasil kerja atau tugas
kerja, sehingga mereka dapat melakukan perbaikan dalam tugas berikutnya.
b.
Bila
seseorang memberi perhatian pada keberhasilan anda, baik itu pelatih,
pembimbing, ataupun guru, hal itu akan membuat proses belajar menjadi lebih
menarik dan dapat memaksimalkan kemauan anda untuk belajar.
c.
Umpan
balik mengarah pada penetapan tujuan yang spesifik untuk mempertahankan unjuk
kerja.
3.
Materi
pelatihan yang bermakna
Materi yang faktual lebih mudah
dipelajari dan diingat bila materi tersebut bermakna (meaningfull). Agar
bermakna, materi dapat dibuat dengan struktur berikut ini :
a.
Berikan
gambaran kepada siswa tentang bahan yang akan disajikan selama pelatihan
b.
Sajikan
materi pelajaran dengan menggunakan contoh, istilah, dan konsep yang akrab
dengan peserta untuk menjelaskan dan menggaris bawahi unsur-unsur kunci dari bahan yang dipelajari
c.
Keterampilan
intelektual yang komplek biasanya berisi keterampilan-keterampilan yang lebih
sederhana ini perlu dikuasai lebih dulu sebelum keterampilan yang komplek dapat
dipelajari.
4.
Perbedaan
individu
Perbedaan individu jelas terdapat dalam
lingkungan pelatihan beberapa siswa bisa belajar dengan cepat, beberapa yang
lain lambat menyerap materi pelajaran. Variasi pola belajar ini bermuara pada
perbedaan kemampuan dan motivasi diantara peserta. Pelatihan atau instruktur
harus cukup fleksibel untuk mengubah strategi pelatihan mereka untuk
mengakomodasikan perbedaan ini.
5.
Pemberian
contoh prilaku (”behaviour modeling”)
Untuk melakukan ini dengan baik,
sejumlah penelitian merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut :
a.
Model
hendaknya memiliki usia dan jenis kelamin yang sama dengan pengamat
b.
Gambaran
prilaku yang ingin dicontohkan itu secara jelas dan rinci
c.
Susun
prilaku yang akan dicontoh dalam sebuah rangkaian, mulai dari yang paling mudah
sampai yang paling sulit.
d.
Akhirnya,
prilaku yang akan dicontoh hendaknya diperagakan oleh beberapa model, tidak
hanya satu peraga
6.
Pemberian
motivasi
Banyak penelitian yang membuktikan bahwa
penetapan tujuan berhasil meningkatkan unjuk kerja karyawan. Dalam kaitan ini,
beberapa hal yang harus diperhatikan adalah :
a.
Tujuan
program pelatihan harus dinyatakan secara jelas sejak awal
b.
Tujuan
harus menantang dan cukup sulit, sehingga peserta dapat memperoleh kepuasan
pribadi bila dapat mencapainya, tetapi tidak terlalu sulit sehingga dianggap
tidak mungkin dicapai
c.
Tujuan
akhir penyelesaian program pelatihan harus dilengkapi dengan tujuan-tujuan
antara lain : seperti penilaian oleh pengajar/instruktur, tes, sampel
pekerjaan, atau kuis-kuis yang dilakukan secara berkala. Jika setiap tahapan
itu dapat diselesaikan dengan baik, maka keyakinan peserta untuk mencapai
tujuan akhir, dapat meningkat
Program pelatihan terdiri dari lima langkah:
·
Pertama:
Langkah analisis kebutuhan, yaitu mengetahui keterampilan kerja spesifik yang
dibutuhkan, menganalisa keterampilan dan kebutuhan calon yang akan dilatih, dan
mengembangkan pengetahuan khusus yang terukur serta tujuan perestasi.
·
Kedua:
Merancang instruksi, untuk memutuskan, menyusun, dan menghasilkan isi program
pelatihan, termasuk buku kerja, latihan dan aktivitas.
·
Ketiga:
lagkah validasi, yaitu program pelatihan dengan menyajikan kepada beberapa
orang yang bisa mewakili.
·
Keempat:
menerapkan program itu, yaitu melatih karyawan yang ditargetkan.
·
Kelima:
Langkah evaluasi dan tindak lanjut, dimana manejemen menilai keberhasilan atau
kegagalan program ini
4. Orientasi
Pekerja Baru
Untuk
Meningkatkan Produktivitas, beberapa tahap orientasi yang penting dilakukan :
1.
Perkenalan
Memperkenalkan pegawai baru, mulai dari
unit kerjanya sendiri sampai unit kerja besarnya dan sampai unit-unit kerja
terkait lainnya, akan memberikan ketenangan dan kenyamanan si pegawai, karena
dia merasa diterima di lingkungannya dan hal tersebut akan mempermudah dia
untuk bertanya jika ada hal-hal yang kurang jelas, bahkan dapat membina kerja
sama dengan yang lain dalam rangka menjalankan tugasnya.
2.
Penjelasan
Tujuan Perusahaan
Dengan menjelaskan profil perusahaan
secara lengkap seperti visi, misi, nilai-nilai, budaya perusahaan dan struktur
organisasi, akan membuat pegawai baru lebih mengenal perusahaan tersebut,
sehingga akan membangkitkan motivasi dan kemampuan dia untuk mendukung tujuan perusahaan.
3.
Sosialisasi
Kebijakan
Perlu adanya sosialisasi tentang
kebijakan perusahaan yang berlaku, mulai dari kebijakan baik yang terkait
dengan Sumber Daya Manusia seperti Reward, Career, Training, Hubungan
Kepegawaian, Penilaian Pegawai, sampai Termination, juga yang terkait dengan
unit kerja tempat dia bekerja, demikian juga tentang kode etik dan peraturan
perusahaan. Dengan demikian akan memperjelas hal-hal yang perlu ditaati dan
dijalankan dalam memperlancar tugas kerjanya.
4.
Jalur
Komunikasi
Membuka jalur komunikasi akan
mempermudah pegawai baru menyampaikan aspirasinya maupun
pertanyaan-pertanyaannya. Untuk itu perlu dibukanya ruang komunikasi bagi
pegawai baru, baik melalui komunikasi rutin melalui tatap muka seperti meeting
rutin, friday session dll, juga dibukanya jalur media komunikasi seperti email
mapun telephone.
5.
Proses
Monitoring
Tentunya pada awal bekerja, si pegawai
baru sudah disosialisasikan target kerja yang harus dicapai. Perlu adanya
monitor rutin akan hasil kerjanya, sehingga akan membantu pegawai tersebut
lebih lagi meningkatkan kinerjanya. Jika ada kekurangan, maka dapat disampaikan
hal-hal yang perlu dia lakukan untuk mengatasi kekurangan tersebut. Demikian
juga jika ternyata pegawai tersebut berhasil mencapai target yang lebih, maka dapat
ditingkatkan lagi target kerjanya.
5. Pelatihan
dan tahap-tahapnya
Terdapat tiga
tahapan yang harus tercakup dalam proses pelatihan (Simamora:2006:285) yaitu:
1.
Tahapan
penilaian
2.
Tahapan
pelatihan dan pengembangan
3.
Tahapan
evaluasi.
Jenis pelatihan dan pengembangan
Terdapat banyak
pendekatan untuk pelatihan. Menurut (Simamora:2006 :278) ada lima jenis-jenis
pelatihan yang dapat diselenggarakan:
1.
Pelatihan
Keahlian.
Pelatihan keahlian (skils training) merupakan pelatihan yang sering di jumpai dalam
organisasi. program pelatihaannya relatif sederhana: kebutuhan atau kekuragan
diidentifikasi rnelalui penilaian yang jeli. kriteria penilalan efekifitas
pelatihan juga berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi dalam tahap
penilaian.
2.
Pelatihan
Ulang.
Pelatihan ulang (retraining) adalah subset pelatihan keahilan. Pelatihan ulang
berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian-keahlian yang mereka butuhkan
untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Seperti tenaga kerja
instansi pendidikan yang biasanya bekerja rnenggunakan mesin ketik manual
mungkin harus dilatih dengan mesin computer atau akses internet
3.
Pelatihan
Lintas Fungsional.
Pelatihan lintas fungsional (cros fungtional training) melibatkan
pelatihan karyawan untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain
dan pekerjan yang ditugaskan.
4.
Pelatihan
Tim.
Pelatihan tim merupakan bekerjasarna
terdiri dari sekelompok Individu untuk menyelesaikan pekerjaan demi tujuan
bersama dalam sebuah tim kerja.
5.
Pelatihan
Kreatifitas.
Pelatihan kreatifitas (creativitas training) berlandaskan pada
asumsi hahwa kreativitas dapat dipelajari. Maksudnya tenaga kerja diberikan
peluang untuk mengeluarkan gagasan sebebas mungkin yang berdasar pada penilaian
rasional dan biaya dan kelaikan.
Dalam tahapan ini menurut (Gomes:2003:204)
terdapat paling kurang tiga tahapan utama dalam pelatihan dan pengembangan,
yakni: penentuan kebutuhan pelatihan, desain program pelatihan, evaluasi
program pelatihan.
6. Pelatihan
Formal dan Non-Formal
·
Pelatihan
Formal
Pelatihan formal
adalah pelatihan yang dilaksanakan secara formal (resmi) oleh organisasi atau
perusahaan untuk para karyawan. Pelatihan jenis ini biasanya dilakukan secara
teratur, terjadwal dengan mengacu pada kurikulum-silabus yang sudah ada.
Kurikulum silabus disusun berdasarkan kebutuhan pelatihan yang sudah dikaji
sebelumnya, sehingga materi pelatihan itu benar-benar berkaitan dan dapat
meningkatkan kemampuan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan.
Metode pelatihan
formal :
1.
Belajar
mandiri
2.
Metode
belajar dikelas/ceramah
3.
Pelatihan
ditempat kerja ( on the job training)
4.
Unjuk
kerja
5.
Simulasi
6.
Sistem
magang
7.
Pelatihan
vestibule
8.
Bermain
peran
9.
Telaah
kasus
10.
Pelatihan
laboratorium
·
Pelatihan
Non Formal
Pelatihan
nonformal adalah pelatihan yang diadakan untuk melengkapi pelatihan formal.
Pelatihan formal tidak selalu dapat dilakukan, karna ia memerlukan biaya yang
besar, waktu yang lama, dan tenaga kerja yang harus dibayar mahal dan
sebagainya. Salah satu jenis pelatihan nonformal disebut Built In training (BIT ) atau pelatihan melekat merupakan pelatihan
yang berkesinambungan dan melekat dengan tugas setiap atasan, untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar uraian pekerjaan yang sudah
ditetapkan sebelumnya.
7. Pelatihan
Supervisor, Pengembangan Team dan Pengembangan Organisasi
Para manager dan
supervisor organisasi bertanggung jawab tidak hanya bagi kinerja mereka
sendiri, tetapi juga bagi kinerja dari para pekerjanya sendiri. Akibatnya
tujuan dari pelatihan supervisi adalah untuk meningkatkan
keterampilan-keterampilan pengawasan atau supervisi dan manajemen supaya
membantu menejemen kepegawaian untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang lain
dan untuk membantu pegawai-pegawai dari manager dan supervisor agar bekerja
lebih baik dan tangkas.
Ada dua jenis
pelatihan, yaitu: organizaton development (OD) dan sensitivity training.
1.
Organization
development
yaitu: para manager dan supervisor tidak
hanya bertanggung jawab pada pelatihan terhadap para pegawai secara perorangan
untuk meningkatkan keteramplan kerja mereka, tetapi juga membantu meningkatkan
kualitas hubungan kerja dari para pegawai.
Ciri-ciri organization development:
a.
Change
oriented.
b.
Action
orinted.
c.
Aimed
at employees.
2.
Sensitivity
training
yaitu: hubungan-hubungan kerja dalam
kelompok kecil dan action research yang didasarkan pada pengumpulan data dan
pengumpanya kembali kepada para peserta guna memampukan mereka untuk merubah
perilakunya sendiri.
Organisasi development memusatkan diri
pada variable-variable proses yang terdiri dari interaksi manusiawi ketimbang
dari hasil kerja itu sendiri.
8. Arti
dan Pentingnya Pengembangan SDM
1)
Sumber
Daya Manusia Pendidikan
Untuk menciptakan sumber daya manusia
yang handal, faktor pendidikan adalah faktor utama untuk mencetaknya. Untuk itu
pelaku-pelaku pencerdas generasi bangsa ini adalah mereka yang benar-benar
berkompetensi di bidangnya. Keberadaan guru dan dosen memegang peranan penting
dalam proses pembelajaran masyarakat. Dari kerja keras guru dan dosen yang
profesional maka tidak mustahil jika hasil yang dicapai juga akan baik bagi
peningkatan sumber daya manusia.
2)
Sumber
Daya Manusia Pertanian
Peningkatan kualitas sumber daya manusia
di bidang pertanian terus dilakukan oleh pemangku kebijakan (stakeholder) dalam
hal ini adalah Departemen Pertanian RI. Pembangunan di sektor Pertanian
meliputi peningkatan kualitas SDM petani melalui penyuluhan tata cara bertani
yang baik, merupakan program DEPTAN dalam meningkatkan keterampilan dan
pemahaman tentang pertanian pada para petani.Bidang usaha yang paling maju di
Indonesia adalah bidang pertanian. Maju dalam arti paling dahulu diusahakan,
jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usaha itu paling banyak, serta
pengalaman bangsa Indonesia di bidang ini tentunya paling banyak.
3)
Sumber
Daya Manusia Bidang Kesehatan
Terdapat 3 simpul permasalahan SDM
Kesehatan yaitu (1) masalah keterkaitan antara tugas jabatan dengan
kompetensinya, (2) masalah pengelolaan yang variatif khususnya dalam bidang
reward, yang tergantung padakemampuan daerah, dan (3) masalah
ketidakseimbanganantara rekruitmen, pendayagunaan dan pembinaan di
berbagaidaerah khususnya daerah terpencil.
9. Pengembangan
SDM melalui Diklat
Dari sudut
pandang langsung organisasi, pengembangan seseorang di tempat kerja dapat
membantunya lebih kompeten melakukan pekerjaan. Ini akan makin meningkatkan
mutu produktivitas diri produktivitas organisasi. Pengembangan SDM yang ada
jauh lebih murah daripada merekrut dan mendidik pegawai baru, investasi
pengembangan SDM akan mengurangi biaya operasi organisasi dan mampu
menghasilkan kepuasan masyarakat yang lebih besar. Mengapa pelatihan dan
pengembangan SDM begitu penting?..jawaban yang paling sederhana adalah jika
organisasi pemerintah tidak mengembangkannya, maka organisasi akan kehilangan
potensi pegawainya.
Organisasi yang
tidak memberi harapan bagi orang-orang yang mempunyai keterampilan kemungkinan
hanya akan memiliki pegawai yang tidak terampil dan tidak dapat diandalkan.
Dalam kata – kata yang lebih positif, organisasi yang berkembang adalah organisasi
yang pengembangan SDM nya terus menerus.
Strategi yang
dapat ditempuh dalam pembinaan pengembangan SDM aparatur dimulai dari
pengkajian kebutuhan diklat (need
assesment) untuk suatu program, persiapan dan pelaksanaan pendidikan, evaluasi
pasca pelatihan, pemberdayaan serta dukungan anggaran yang memadai.
10. Pengembangan
Melalui Penugasan
11. Pengembangan
Melalui Mutasi/Promosi
Promosi adalah
penghargaan dengan kenaikan jabatan dalam suatu organisasi ataupun instansi
baik dalam pemerintahan maupun non pemerintah (swasta).
Dasar-dasar promosi
Pedoman yang
dijadikan dasar untuk mempromosikan karywan atau pegawai menurut Handoko (1999)
adalah:
a.
Pengalaman
(lamanya pengalaman kerja karyawan).
b.
Kecakapan
(keahlian atau kecakapan).
c.
Kombinasi
kecakapan dan pengalaman (lamanya pengalaman dan kecakapan).
Syarat-syarat promosi
Persyaratan
promosi untuk setiap perusahaan tidak selalu sama tergantung kepada
perusahaan/lembaga masing-masing.
Pengertian Mutasi
Mutasi atau
transfer menurut Wahyudi (1995) adalah perpindahan pekerjaan seseorang dalam
suatu organisasi yang memiliki tingkat level yang sama dari posisi perkerjaan
sebelum mengalami pindah kerja. Kompensasi gaji, tugas dan tanggung jawab yang
baru umumnya adalah sama seperti sedia kala.
Tujuan mutasi
menurut Mudjiono (2000) adalah sebagai berikut :
·
Untuk
meningkatkan poduktivitas kayawan.
·
Untuk
menciptakan keseimbangan anatar tenaga kerja dengan komposisi pekejaan atau
jabatan.
·
Untuk
memperluas atau menambah pengetahuan karyawan.
·
Untuk
menghilangkan rasa bosan/jenuh tehadap pekerjaannya.
·
Untuk
memberikan perangsang agar karyawan mau berupaya meningkatkan karir yang lebih
tinggi.
·
Untuk
alat pendorong agar spirit kerja meningkat melalui pesaingan terbuka.
·
Untuk
menyesuaikan pekerjaan dengan kondisi fisik karyawan.
Sebab-sebab dan alasan Mutasi
Sebab-sebab
pelaksanaan mutasi menurut Siswandi (1999) digolongkan sebagai berikut :
a.
Permintaan
sendiri
Mutasi atas permintaan sendiri adalah
mutasi yang dilakukan atasa keinginan sendiri dari karyawan yang bersangkutan dan
dengan mendapat persetujuan pimpinan organisasi.
b.
Alih
tugas produktif (ATP)
Alih tugas produktif adalah mutasi
karena kehendak pimpinanan perusahaan untuk meningkatkan produksi dengan
menempatkan karywan yang bersangkutan ke jabatan atau pekerjannya yang sesuai
dengan kecakapannya.
12. Pengembangan
Melalui Gugus Kendali Mutu
Definisi Gugus Kendali Mutu
Pengertian GKM
di dalam perusahaan adalah sekelompok kecil karyawan yang terdiri dari 3-8
orang dari unit kerja yang sama, yang dengan sukarela secara berkala dan berkesinambungan
mengadakan pertemuan untuk melakukan kegiatan pengendalian mutu di tempat kerjanya
dengan menggunakan alat kendali mutu dan proses pemecahan masalah.
Mutu usaha
secara keseluruhan meliputi :
·
Produk,
biaya, waktu dan penyediaan.
·
Keamanan,
keselamatan dan kenyamanan kerja.
Metodologi kerja
baik bagi kepentingan konsumen, maupun kepentingan pemerintah serta masyarakat
pada umumnya.
Karena masalah
mutu secara keseluruhan akan tercermin pada semua segi dari suatu usaha, maka
tiap perbaikan usaha, betatapun kecilnya akan merupakan sumbangan yang bermakna
bagi upaya peningkatan mutu secara keseluruhan. GKM adalah kelompok yang
ssemangat dan tekadnya sangat besar, tetapi sederhana ambisinya, mereka tidak
ingin memaksakan diri untuk memecahkan masalah yang besar, melainkan:
a.
Masalah
yang mereka alami sendiri secara nyata
b.
Masalah
yang berada dalam jangkauan kemampuan dan wewenangny
Sasaran Gugus Kendali Mutu
·
Meningkatkan
kemampuan manajerial para karyawan operasional, agar tumbuh kebiasaan berpikir
analitis
·
Mendorong
setiap karyawan agar mampu memberikan sumbangan pikiran yg berkaitan dengan pengendalian
mutu, sehingga tercipta lingk kerja dimana karyawan sadar akan mutu,
permasalahan dan merasa berkepentingan untuk memperbaikinya
·
Meningkatkan
moral karyawan dengan membuka kesempatan untuk berperan serta dalam
mengembangkan mutu di unit kerjanya dengan didukung oleh pola hub karyawan dan
atasan harmonis
·
Mengarahkan
agar setiap karyawan dapat terlibat dalam suatu bentuk kerjasama kel yang
dinamis dalam usaha untuk mencari pemecahan masalah dalam mutu
pelayanan/produk/mutu kerja
13. Pengembangan
Melalui Waskat
Untuk
menciptakan pengendalian manajemen yang memadai, digunakan delapan unsur Waskat
dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran satuan organisasi / kerja. Delapan
unsur Waskat tersebut adalah pengorganisasian,personil, kebijakan, perencanaan,
prosedur, pencatatan, pelaporan,supervisi dan reviu intern. Pimpinan organisasi
wajib melakukan evaluasisecara terus menerus terhadap pelaksanaan unsur Waskat
dengan menggunakan beberapa metode seperti lembar periksa (checklist ), jajak
pendapat, bagan arus (flowchart ) dan wawancara.
Kepuasan
Kerja
1. Apa
itu Kepuasan Kerja ?
Kepuasan kerja
merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu mempunyai tingkat
kepuasan yang berbeda-beda, seperti yang didefinisikan oleh Kreitner &
Kinicki (2005), bahwa kepuasan kerja sebagai efektivitas atau respons emosional
terhadap berbagai aspek pekerjaan. Definisi ini mengandung pengertian bahwa
kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal, sebaliknya seseorang dapat
relatif puas dengan suatu aspek dari pekerjaannya dan tidak puas dengan salah
satu atau beberapa aspek lainnya. Blum (As’ad, 2000) mengatakan bahwa kepuasan
kerja merupakan suatu sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap
khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, karakteristik individual, serta
hubungan kelompok di luar pekerjaan itu sendiri. Handoko (2001) mengatakan
bahwa kepuasan kerja sebagai respon emosional menunjukkan perasaan yang
menyenangkan berkaitan dengan pandangan karyawan terhadap pekerjaannya.
2. Aspek-Aspek
Kepuasan Kerja
1)
Karakteristik
pekerjaan.
Karakteristik pekerjaan yang dapat
menentukan kepuasan kerja ialah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan,
tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan dan
kreatifitas. Unsur yang juga dapat dijumpai pada karakteristik dari pekerjaan
di atas, yaitu tingkat tantangan mental. Tantangan pekerjaan inilah yang
menuntut kecakapan yang lebih tinggi daripada yang dimiliki tenaga kerja, atau
tuntutan pribadi yang tidak dapat dipenuhi tenaga kerja akan menimbulkan
frustrasi dan akhirnya ketidakpuasan kerja. Ciri-ciri yang memperlihatkan
kaitannya dengan kepuasan kerja ialah keragaman keterampilan, jati diri tugas (task identity), pemberian tanggung jawab
untuk tugas yang penting (task
significance), memberikan otonomi pekerjaan, dan apreasiasi terhadap hasil
kerja.
2)
Gaji.
Mempertimbangkan sejauh mana gaji yang
diterima oleh karyawan dirasakan adil. Jika gaji dipersepsikan sebagai adil
dengan didasarkan tuntutan yang ada pada pekerjaan, tingkat keterampilan individu,
dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan
timbul kepuasan kerja.
3)
Hubungan
atasan-bawahan.
Hubungan atasan-bawahan mencerminkan 2
(dua) hubungan, yaitu: hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan.
a.
Hubungan
fungsional mencerminkan sejauh mana atasan dapat membantu bawahan, untuk
memuaskan nilai-nilai pekerjaan yang penting baginya.
b.
Hubungan
keseluruhan didasarkan pada ketertarikan antarpribadi yang mencerminkan sikap
dasar dan nilai-nilai yang sama.
Tingkat kepuasan kerja yang paling besar
dengan seorang atasan ialah jika kedua jenis hubungan adalah positif.
4)
Dukungan
rekan kerja.
Setiap pekerjaan dalam perusahaan
memiliki kaitannya pekerjaan anatara satu dan lainnya. Kepuasan kerja dapat
timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi (kebutuhan harga diri,
kebutuhan aktualisasi diri) dapat dipenuhi ketika karyawan harus bekerja
sebagai satu tim, dan mempunyai dampak pada motivasi kerja mereka.
5)
Lingkungan
kerja yang menunjang.
Guna mencapai kepuasan kerja, perlu bagi
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan fisik di lingkungan kerja, seperti
menyediakan ruang kerja yang terang, sejuk, dengan peralatan kerja yang aman
dan nyaman untuk digunakan, meja dan kursi kerja yang dapat disesuaikan
tinggi-rendahnya, miring-tegak duduknya serta kondisi kerja yang memperhatikan
prinsip-prinsip ergonomi.
3. Faktor-faktor
Penentu Kepuasan Kerja
1)
Kedudukan
(posisi)
Umumnya manusia beranggapan bahwa
seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas
daripada karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa
penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru
perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja.
2)
Pangkat
(golongan)
Pada pekerjaan yang mendasarkan
perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan
tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit
banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap
kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaannya.
3)
Umur
Dinyatakan bahwa ada hubungan antara
kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur di antara 25 tahun sampai 34 tahun
dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang bisa menimbulkan
perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
4)
Jaminan
finansial dan jaminan sosial
Masalah finansial dan jaminan sosial
kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
5)
Mutu
pengawasan
Hubungan antara karyawan dengan pihak
pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktifitas kerja. Kepuasan
karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari
pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan
bagian yang penting dari organisasi kerja (sense of belonging)
4. Konsekuensi
Kepuasan Kerja
Kepuasan dan Motivasi
Suatu penelitian
meta analisis yang dilakukan oleh A J Kinicki, dkk (2000) meliputi 9 hasil
analisis yang melibatkan 2.237 orang pekerja mengungkapkan ada hubungan yang
positif dan signifikan antara motivasi dan kepuasan kerja. Karena kepuasan
dengan pengawasan berkorelasi secara signifikan dengan motivasi, para manager
disarnkan untuk mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi
kepuasan kerja. Para manager secara potensial meningkatkan motivasi para karyawan
melalui berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja
Kepuasan dan Keterlibatan dalam Pekerjaan
Keterlibatan
dalam pekerjaan merupakan keterlibatan individu dengan peran dalam
pekerjaannya. Suatu meta analisis yang melibatkan 27.925 responden dari 87
penelitian yang berbeda menunjukkan bahwa keterlibatan dalam pekerjaan memiliki
keterkaitan dengan kepuasan kerja (S, P, Brown, 1996)
Kepuasan dengan OCB
Kepuasan kerja
dianggap sebagai faktor utama yang mempengaruhi perilaku ekstra peran (OCB).
Berdasarkan meta analisis yang mencakup 6.746 orang yang terdiri dari 28
penelitian terpisah mengungkapkan adanya hubungan yang positif dan signifikan
antara perilaku sebagai anggota organisasi yang baik dengan kepuasan (Organ dan
Ryan, 1995).
Robbins (2007)
menjelaskan bahwa adalah logis menganggap kepuasan sebagai predictor utama OCB,
karena karyawan yang puas cenderung akan berbicara positif mengenai organisais,
membantu individu lain, dan melewati harapan normal dalam pekerjaan mereka.
Selain itu, karyawan yang puas mungkin akan memberikan peran yang lebih karena
merespon pengalaman positif mereka.
Kepuasan kerja dengan Komitmen Organisasi
Komitmen
organisasi mencerminkan bagaimana individu mengidentifikasikan dirinya dengan
organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya. Sebuah meta analisis dari 68
penelitian yang melibatkan 35.282 orang individu mengungkapkan adanya hubungan
yang kuat antara komitmen dan kepuasan kerja (Tett dan Meyer, 1993). Para
manager disarankan untuk meningkatkan kepuasan kerja dengan tujuan mendapatkan
tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang tinggi dapat
mempermudah terwujudnya produktivitas yang lebih tinggi
5. Bagaimana
Cara Mengukur Kepuasan Kerja
·
Rating
Scale
Pendekatan yang sering digunakan untuk
mengukur kepuasan kerja dengan
menggunakan Rating Scale antara lain: (1) Minnessota Satisfaction Questionare, (2) Job Descriptive
Index, dan (3) Porter Need Satisfaction Questionare.
Minnesota Satisfaction Questionare (MSQ)
adalah suatu instrumen atau alat pengukur kepuasan kerja yang dirancang
demikian rupa yang di dalamnya memuat secara rinci unsur-unsur yang
terkategorikan dalam unsur kepuasan dan unsur ketidakpuasan. Skala MSQ mengukur
berbagai aspek pekerjaan yang dirasakan sangat
memuaskan, memuaskan, tidak dapat memutuskan, tidak memuaskan dan sangat
tidak memuaskan. Karyawan diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai
dengan kondisi pekerjaannya.
Job descriptive index. adalah suatu
instrumen pengukur kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Kendall, dan Hulin.
Dengan instrumen ini dapat diketahui
secara luas bagaimana sikap karyawan terhadap komponen-komponen dari
pekerjaan itu. Variabel yang diukur adalah pekerjaan itu sendiri, gaji,
kesempatan promosi, supervisi dan mitra kerja.
Porter Need Satisfaction Questionare
adalah suatu intrumen pengukur kepuasan kerja yang digunakan untuk mengukur
kepuasan kerja para manajer. Pertanyaan yang diajukan lebih mempokuskan diri
pada permasalahan tertentu dan tantangan yang dihadapi oleh para manajer.
·
Critical
Incidents
Critical Incidents dikembangakan oleh
Frederick Herzberg. Dia menggunakan teknik ini dalam penelitiannya tentang
teori motivasi dua faktor. Dalam penelitiannya tersebut dia mengajukan
pertanyaan kepada para karyawan tentang faktor-faktor apa yang saja yang
membuat mereka puas dan tidak puas.
·
Interview
Untuk mengukur kepuasan kerja dengan
menggunakan wawancara yang dilakukan terhadap para karyawan secara individu.
Dengan metode ini dapat diketahui secara mendalam mengenai bagaimana sikap
karyawan terhadap berbagai aspek pekerjaan.
6. Hubungan
antara Kepuasan Kerja dengan Semangat Kerja (Morale)
Faktor sumber
daya manusia merupakan tujuan utama dalam Pembangunan perusahaan hal ini di
karena hasil kinerja karyawan Sebagai penentu kelangsungan perusahaanK inerja
karyawan merupakan faktor penting dalam menjalankan sistem perusahaan karena
jika karyawan tidakmelakukan pekerjaannya perusahaan tersebut akan mengalami
kegagalan.
Peningkatan
kinerja dapat dilaksanakan melalui berbagai kegiatan seperti, peningkatan
kepuasan kerja dan semangat kerja.
Untuk mengetahui
kondisi kepuasan kerja melalui aspek ciri-ciri intrinsik pekerjaan, gaji,
penyeliaan, rekan kerja dan kondisi kerja. Semangat kerja diketahui melalui
dimensi semangat kerja yaitu: tingkat perilaku agresif, perasaan dalam
pekerjaan; kemampuan beradaptasi dan keterlibatan ego. Sedangkan kinerja karyawan
itu sendiri dapat dilihat dari: kualitas kerja, kuantitas kerja, ketepatan waktu,
efektifitas, kebutuhan pengawasan dan interpersonal impor. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan kepuasan kerja dan semangat kerja dengan kinerja
karyawan.
7. Apa
itu Semangat Kerja ?
Semangat kerja
atau moral kerja itu adalah sikap kesediaan perasaan yang memungkinkan seorang
karyawan untuk menghasilkan kerja yang lebih banyak dan lebih tanpa menambah
keletihan, yang menyebabkan karyawan dengan antusias ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha kelompok sekerjanya, dan membuat karyawan
tidak mudah kena pengaruh dari luar, terutama dari orang-orang yang mendasarkan
sasaran mereka itu atas tanggapan bahwa satu-satunya kepentingan pemimpin
perusahaan itu terhadap dirinya untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya darinya dan memberi sedikit mungkin.
8. Tingkat
Stress
9. Program,
Fungsi dan Tipe Konseling
1)
Crisis
Intervention Counseling
Intervensi konseling krisis sebagai
metode yang digunakan untuk menolong dalam situasi segera, bantuan jangka
pendek kepada individu yang mengalami masalah emosional, mental, fisik dan
perilaku distress atau masalah dari pengalaman atau kejadian seperti:
(a)
Bencana
alam
(b)
Pelecehan
atau pemerkosaan seksual, perampokan:
(c)
Sakit
secara medik
(d)
Gangguan/sakit
mental
(e)
Percobaan
atau bunuh diri
(f)
Kehilangan,
cerai atau perubahan drastis dalam hubungan
2)
Marriage
and Family Counseling
Konseling pernikahan menciptakan dan
memediasi satu lingkungan yang aman/nyaman untuk dua pribadi dalam pernikahan
untuk mendiskusikan apa masalah yang dimiliki masing-masing terhadap pasangan,
memecahkan perbedaan dan bekerja sama untuk saling meningkatkan pemahaman.
3)
Relationship
Counseling
Relationship counseling menolong dua
pribadi atau lebih dalam satu keluarga, pasangan, pekerja atau majikan di dunia
kerja, atau antara profesional dengan klien dalam hubungan satu upaya untuk
mengenal dan mengelola lebih baik atau rekonsiliasi perbedaan atau kesulitan
dan mengulang pola dari distress.
4)
Guidance
and Career Counseling
BK Karier membantu dan mengentaskan bagi
individu yang mencari pekerjaan, memutuskan di bidang akademik dan karier.
Konselor menolong mengevaluasi
kemampuan, sikap, minat dan kepribadian siswa untuk mengembangkan akademik,
pekerjaan dan tujuan karier secara realistik.
5)
Rehabilitation
Counseling
Konseling rehabilitasi menolong individu
dengan fisik, mental 9perkembangan yang terlambat dan gangguan otak) dan
gangguan psikiatri untuk mencapai hidup yang produktif dan mandiri.
6)
Mental
Health Counseling
Konseling kesehatan mental member
perlakuan psikopatologi dan mempromosikan kesehatan mental yang optimal dan
hidup sehat. Termasuk diagnosis dan treatment; teknik psiko-edukasional, dengan
tujuan pencegahan; konsultasi; dan penelitian klinis.
7)
Sexual
Trauma Counseling
Konseling trauma seksual ini menyediakan
layanan kepada anak dan orang dewasa yang mengalami kekerasan dan pelecehan
seksual dan juga keluarga melalui pendidikan masyarakat, advokasi dan
pemulihan.
8)
AIDS
Counseling
Konseling AIDS adalah satu bang
spesialisasi dari konseling yang menghadapi pencegahan dari peyakit dan
pengobatan dari konseli yang di diagnosis dengan virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus) atau (Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
9)
Philosophical
Counseling
Konseling Filosofi adalah konsleing menggunakan
pengetahuan filososfis, analisis konseptual, dan keterampilan logik untuk
menemukan makna baru sebagai cara dan ekspresi pemikiran.
10)
Grief
and Bereavement Counseling
Konseling kehilangan dan kematian adalah
bentuk terapi khusus dengan tujuan menolong individu dengan peristiwa kematian
dan hadir di situasi kehilangan individu dalam kesehatan mental.
11)
Substance
Abuse Counseling
Konseling penyalahgunaan zat adiktif
menolong individu yang adiksi obat dan alkohol. Juga menolong anggoat keluarga
dan teman-teman dari adiksi yang dapat mempengaruhi kehidupan mereka.
12)
Transgender
Counseling
Konseling transgender menolong individu
transgender menerima keunikannya, ketimbang menolak, memberontak atau malu atau
bingung tentang dirinya, dan sosial menerima apa adanya. Lebih mudah pribadi
transgender mengisolasi diri, kadang mengundurkan diri atau merasa ditolak.
10. Pembinaan
Disiplin
Keberhasilan
suatu organisasi dalam mencapai sesuatu tujuan selain sangat ditentukan oleh
dan mutu profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Bagi
aparatur pemerin-tahan disiplin tersebut mencakup unsur-unsur ketaatan,
kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam
arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan negara
dan masyarakat.
Dalam Pasal 29
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 dinyatakan bahwa “Dengan tidak
mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, maka untuk
menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil”.
Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur mengenai
kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan
dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang “Peraturan
Disiplin Pegawai Negeri Sipil”. Dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
diatur ketentuan-ketentuan mengenai:
- Kewajiban,
- Larangan,
- Hukuman disiplin,
- Pejabat yang berwenang menghukum,
- Penjatuhan hukuman disiplin,
- Keberatan atas hukuman disiplin,
- Berlakunya keputusan hukuman disiplin.
Sumber:
jurnal-sdm.blogspot.com
Su7us.wordpress.com
http://daudydingga.wordpress.com/2014/01/07/manajemen-sdm-bab-7-14/
Komentar
Posting Komentar