UMKM Indonesia Menjelang Pasar Bebas ASEAN
UMKM Indonesia Menjelang Pasar Bebas ASEAN
Jelang
pasar bebas ASEAN, siapkah UKM Indonesia?
Oleh Arief Ardiansyah - Senin, 28 Mei 2012 | 19:18 WIB
YOGYAKARTA. Penyatuan kawasan ekonomi di Asia Tenggara
melalui pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic
Community (AEC) akan berlangsung tiga tahun lagi. Upaya ini diprakarsai oleh
organisasi negara-negara Asia Tenggara atau Association of South East Asia
Nations (ASEAN). Dengan tergabungnya kawasan ASEAN pada 2015 nanti, dunia
bisnis dan perdagangan akan berlangsung lebih cair dan tanpa hambatan.
Salah satu proyek penting dalam MEA
adalah penyiapan Usaha Kecil Menengah (UKM) di kawasan ASEAN.karena negara di
ASEAN terdiri dari negara-negara berkembang yang menjadikan UKM sebagai
penopang perekonomian mereka. Saat ini, 96% perusahaan atau entitas bisnis di
ASEAN berstatus UKM. Sumbangan dunia UKM ke Produk Domestik Bruto kawasan
mencapai 53%. Dari total ekspor ASEAN, 31% di antaranya berasal dari UKM.
Dengan adanya rencana pasar bebas
ini membuat para pengusaha Indonesia lebih berhati-hati. Karena hampir seluruh
negara yang tergabung dalam ASEAN menjadikan Indonesia sebagai target pasar
mereka. Para pengusaha melihat potensi konsumen di Indonesia sangat
menggiurkan. Karena sebagian besar dari masyarakat Indonesia sangat konsumtif.
Hal ini sebaiknya diwaspadai oleh pengusaha di Indonesia agar tidak
dimanfaatkan dengan adanya perjanjian ini. Maka dari itu akan lebih baik jika
para pengusaha melakukan persiapan yang matang agar tidak malah menjadi
terpuruk.
Fakta tentang UKM kurang mampu
membendung arus pasar bebas disebabkan karena tiga hal. Pertama, kebanyakan
produksi UKM masih mengandalkan pasar lokal dan permintaan dalam negeri sebagai
sumber omsetnya. Kedua, banyak produk UKM belum mampu melakukan ekspor
langsung. Ketiga, Kemampuan melakukan inovasi yang lemah dan merasa cukup puas
dengan apa yang sudah didapat menjadi faktor yang membuat kemampuan untuk
bersaing daya produk yang dihasilkan tidak cukup kuat.
Dalam temuan tersebut didapatkan,
bahwa sumber kurangnya kemampuan daya saing pasar yang paling dirasakan
khususnya oleh usaha skala menengah justru akibat lingkungan usaha yang tidak
kondusif dengan banyaknya pungutan pungutan yang menggeragoti margin. Inefisiensi pun dinilai sebagai factor utama
dalam menaikan harga jual. Dan tentunya sulit bersaing dengan pasar yang
semakin kompetitif. Hambatan tersebut, seharusnya mendorong UKM untuk
berkembang lebih maju dalam inovasi bisnis baik secara produk maupun model
bisnis. Jenis inovasi yang bagaimana, ini perntanyaan yang harus dijawab oleh
tiap-tiap praktisi dan pegiat/pendamping UKM.
Maka dari itu peran aktif
pemerintah sangatlah diharapkan untuk membantu UKM. Permasalahan yang menjadi
hambatan-hambatan tidak berkembangnya UKM di Indonesia secepatnya diselesaikan.
Usaha-usaha pemerintah untuk membantu UKM lebih dimaksimalkan agar hal yang
diwaspadai tidak akan terjadi. Akan lebih baik jika proyek ini dijadikan
momentum kebangkitan UKM Indonesia dan membuktikan pada dunia bahwa UKM
Indonesia mampu bersaing dengan negara lain.
Komentar
Posting Komentar