Sudahkah Usaha Kecil Menengah Menjadi 'Motor' Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia?
Sudahkah Usaha Kecil Menengah Menjadi
'Motor' Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia?
Nama : YUNITA ZAKIAH
NPM : 17211684
Kelas : 2EA17
Mata Kuliah : EKONOMI KOPERASI
Nama : YUNITA ZAKIAH
NPM : 17211684
Kelas : 2EA17
Mata Kuliah : EKONOMI KOPERASI
Bila kita diberi pertanyaan eperti judul tulisan saya ini, "Sudahkah usaha kecil menengah menjadi motor pertumbuhan ekonomi di Indonesia?", maka
jawabannya adalah belum. Kenapa? Karena saat ini pemerintah masih belum
memberikan jalan untuk mempemudah akses pembuatan usaha baru khususnya UMKM.
Jumlah UMKM di Indonesia hingga tahun 2011 sekitar 52 juta. Dengan jumlahnya
yang cukup besar maka UMKM turut menyumbang 60 persen dari PDB dan menampung 97
persen tenaga kerja. Bisa dibilang ini adalah angka yang besar bagi sebuah
usaha kecil membantu perekonomian untuk negara yang cukup besar. Akan lebih
baik jika hal ini bisa ditingkatkan lagi dan pertanyaan diatas bisa dijadikan
sebuah pernyataan bahwa Usaha Kecil Menengah Menjadi Motor Pertumbuhan Ekonomi
di Indonesia.
Sebenarnya kita tidak perlu khawatir apabila UMKM nantinya
menjadi penopang perekonomian di Indonesia. Karena sudah kita ketahui
sebelumnya ketika krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, saat itu
perekonomian Indonesia sedang mengalami inflasi dan berdampak kepada perusahaan-perusahaan
besar sedangkan yang tetap eksis dan bertahan adalah UMKM. Padahal pada saat
itu pemerintah sedang memfokuskan untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulu
(perusahaan besar) namun mengabaikan industri hilir (UMKM). Ada semacam
statement bahwa kalau industri hulu terbangun maka industri hilir akan
mengikuti. Namun dalam kenyataanya pemerintah mengabaikan konsep membangun
industry hilir yang dapat dilaksanakan.
Terlambatnya dipromosikan UMKM dalam program membangun
industri hilir dan pemihakan pemerintah terhadap pengembangan usaha besar
berakibat peran yang menonjol pada usaha besar. Dengan terlambatnya
dipromosikan industri hilir terjadi kepincangan yang cukup parah ketika krisis
asia melanda ekonomi. Ketika terjadi krisis industri besar mengahadapi masalah
serius sedangkan UMKM bekerja menurut ritme keunggulannya. Dua pola pertumbuhan
industry berbeda karena antara lain mengunakan bahan baku bersumber dari dalam
negeri, pemakaian tenaga kerja dengan upah yang rendah dan relative cepat
bergerak kearah penyesuaian pemakaian bahan baku dan berorientasi pasar. Selain
itu juga UMKM tidak memiliki utang luar negeri, tidak banyak utang ke perbankan
karena mereka dianggap unbankable, dan berorientasi ekspor.
Setelah terjadinya krisis tahun 1997 di Indonesia, UKM dapat
membuktikan bahwa sektor ini dapat menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional.
Hal ini dikarenakan UKM mampu bertahan dibandingkan dengan usaha besar yang
cenderung mengalami keterpurukan. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin
bertambahnya jumlah UKM setiap tahunnya. Pada tahun 2005 jumlah unit UKM
sebanyak 47,1 juta unit dengan proporsi 99,9 persen dari total unit usaha yang
ada di Indonesia dan pada tahun 2006 jumlah UKM meningkat menjadi sebanyak 48,9
juta unit. Seiring dengan peningkatan jumlah usaha UKM, maka turut meningkatkan
jumlah tenaga kerja yang diserap. Pada tahun 2005, jumlah tenaga kerja yang
diserap UKM sebanyak 83,2 juta jiwa kemudian meningkat pada tahun 2006 menjadi
sebanyak 85,4 juta jiwa. UKM menyerap 96,18 persen dari seluruh tenaga kerja di
Indonesia (BPS, 2007). Posisi tersebut menunjukan bahwa UKM berpotensi menjadi
wadah pemberdayaan masyarakat dan penggerak dinamika perekonomian.
Di Indonesia UMKM bisa dibilang sebagai primadona ekonomi,
karena kontribusinya yang cukup besar dalam menyumbangkan pendapatan serta
kemampuannya untuk menyerap tenaga kerja cukup besar. Sebelum terjadi krisis di
era Orde Baru, ekonomi Indonesia dikuasai oleh 0,1% perusahaan besar yang hanya menyerap 2% angkatan kerja.
Sedangkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mampu menyedot 95% angkatan
kerja tak kurang 110 juta orang. Ini menjadikan UMKM bisa mewujudkan pemerataan
pendapatan karena kebanyakan UMKM tersebar di berbagai daerah yang ada di
Indonesia.
Meskipun UKM terbukti mampu bertahan ketika terjadi krisis
dan menyedot angkatan kerja yang cukup banyak tetapi hal ini tidak menjadikan
langkah UMKM dalam menjalankan usahanya mulus. Karena di beberapa daerah masih
banyak UMKM yang masih kesulitan produksi bahkan ada beberapa diantaranya
menutup usaha karena tidak mempunyai modal. Menurut data akses UMKM ke lembaga
keuangan sangat terbatas baru 25% atau 13 juta pelaku UMKM yang mendapat akses.
Beberapa diantaranya karena tidak mempunyai surat izin usaha yang menjadi
syarat utama dalam peminjaman modal. Jika di daerah untuk mendapatkan surat
izin usaha terdapat beberapa kesulitan karena ada syarat-syarat yang mesti
terpenuhi dan diperlukan uang yang tidak kecil agar surat izin tersebut keluar.
Padahal seharusnya pemerintah daerah bisa bekerja sama dan mempermudah para
pengusaha karena pada akhirnya jika usaha mereka berhasil, otomatis pendapatan
daerahnya akan bertambah. Selain kesulitan mendapatkan modal dan surat izin
usaha, sebenarnya para pekerja UMKM sebagian besar adalah masyarakat yang tidak
mempunyai pendidikan tinggi. Maka dari itu diperlukan penyuluhan dan pelatihan
untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas para pekerja. Ditambah lagi pengembangan
UMKM di Indonesia mengalami beberapa hambatan dalam operasionalnya. Kebanyakan UKM
masih menggunakan alat tradisional sehingga biaya produksi menjadi lebih tinggi
jika dibandingkan dengan industri yang menggunakan alat modern.
Dalam rangka meningkatkan peran UMKM diIndonesia berbagai kebijakan
dari aspek makroekonomi perlu diterapkan. Dengan memberikan bantuan yang lebih
besar kepada industri ini akan memberikan dampak yang besar dan luas terhadap
pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan distribusi pendapatan yang lebih
merata di Indonesia. Bantuan yang dimaksud dapat berupa memberikan dana kepada
UMKM melalui investasi pemerintah dan investasi swasta domestik maupun
investasi luar negeri. Perlu komitmen yang kuat dalam bentuk peraturan
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengalokasikan
sebagian besar dana APBD maupun APBN untuk diinvestasikan dalam usaha dalam
usaha produktif UMKM. Sementara itu, untuk menciptakan dan mendorong berbagai
pihak swasta maupun swasta asing menginvestasikan dananya padaUMKM perlu
diberikan berbagai kemudahan dalam bentuk penyediaan database, penyediaan
infrastruktur, kemudahan system administrasi birokrasi, dan kemudahan pajak.
Pemanfaatan dana pinjaman luar negeri dalam bentuk loan bagi pengembangan UMKM
juga dapat dilakukan, disamping mengerahkan bantuan(hibah) luar negeri untuk
memperkuat dan meningkatkan peran UMKM. Jika hambatan-hambatan yang dihadapi UMKM
ini bisa terselesaikan maka pertanyaan diatas bisa berubah menjadi sebuah
pernyataan dan diharapkan perekonomian di Indonesia semakin maju maka
pengangguran serta kemiskinan akan berkurang maka kesejahteraan masyarakat bisa
terwujud.
Daftar pustaka
Daftar pustaka
Komentar
Posting Komentar