Jurnal Penelitian Keadilan Dalam Bisnis

KEADILAN DALAM BISNIS

Jurnal Penelitian

Diajukan guna melengkapi salah satu syarat penilaian semester 7
Mata Kuliah Etika Bisnis
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma


Nama                              :   Yunita Zakiah
NPM                               :   17211684
Kelas                               :   4EA17
Dosen                              :   Bonar S. Panjaitan





FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2014


ABSTRAK

Yunita Zakiah, 4EA17, 17211684
KEADILAN DALAM BISNIS
Kata kunci: Apakah perusahaan yang ada disekitar kita adil dalam menjalankan bisnisnya?

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bahwa perusahaan yang ada disekitar kita dalam menjalankan bisnisnya sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. Tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan berkaitan langsung dengan perbaikan kondisi sosial ekonomi yg semakin sejahtera dan merata.

Praktik IUU Fishing secara nyata mengancam pencapaian visi pembangunan kelautan dan perikanan yang memiliki dampak negatif terhadap keberlangsungan stok ikan, lingkungan, mata pencaharian masa depan masyarakat kelautan dan pesisir. Tindakan ini telah melanggar keadilan umum dan keadilan komutatif. Kesulitan yang dihadapi oleh nelayan kecil karena banyaknya pungutan dan retribusi merasa tidak adil. Permasalahan ini tidak sesuai dengan keadilan distributif. Sedangkan, penurunan Anggaran Belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2014 tidak sesuai dengan keadilan distributif bagi para nelayan tradisional. Berdasarkan paham tradisional, kasus-kasus ini tidak sejalan dengan keadilan umum, komutatif, dan distributif.
  

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Antara ekonomi dan keadilan terjalin hubungan erat, karena dua-duanya berasal dari sumber yang sama. Sumber itu adalah masalah kelangkaan, ekonomi timbul karena keterbatasan sumber daya. Barang yang tersedia selalu langka dan karena itu perlu mencari cara untuk membagikannya atau mendistribusikannya dengan paling baik. Seandainya tidak ada kelangkaan, tidak perlu keadilan pula. Selama barang tersedia dalam keadaan berlimpah-limpah, tidak akan muncul masalah keadilan.
Dalam konteks Indonesia, khususnya, pembangunan nasional kita bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Terwujudnya keadilan dalam masyarakat akan melahirkan kondisi yang baik dan kondusif bagi kelangsungan bisnis yag baik dan sehat. Kenyataannya, masih terjadi berbagai gejolak baik karena kesenjangan sosial ekonomi yang belum sepenuhnya teratasi dalam masyarakat kita, maupun karena terlanggarnya hak dan kepentingan pihak tertentu atau karena perlakuan tidak sama yang dirasakan oleh warga masyarakat.
Masalah keadilan berkaitan secara timbal balik dengan kegiatan bisnis, khususnya bisnis yg baik dan etis. Praktik bisnis yg baik, etis, dan adil akan mewujudkan keadilan dalam masyarakat. Supaya kita dapat mengambil keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam kasus keadilan, kita tidak boleh bertindak dengan sembarangan cara. Terutama dalam hal keadilan distributif keputusan kita harus didasarkan atas prinsip-prinsip tertentu.
1.2  Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, pada bagian ini permasalahan dirumuskan sebagai berikut:
  1. Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita adil dalam menjalankan bisnisnya?
  2. Apakah kegiatan bisnis adil sesuai dengan paham tradisional?

Pembahasan dalam penulisan ini adalah melihat keadilan yang dilakukan oleh pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya. Supaya tujuan penelitian dapat tercapai, maka penulis membatasi ruang lingkup masalah. Objek yang diteliti adalah pelaku bisnis dibidang perikanan di Indonesia. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah analisa deskriptif.
1.3  Tujuan Penelitian
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bahwa perusahaan yang ada disekitar kita dalam menjalankan bisnisnya sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan. Tanggung jawab sosial yang dilakukan perusahaan berkaitan langsung dengan perbaikan kondisi sosial ekonomi yg semakin sejahtera dan merata.


BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hakikat Keadilan
Menurut hukum Roma tentang keadilan dapat diterjemahkan sebagai: memberikan kepada setiap orang yang menjadi haknya. Ada tiga ciri khas yang menandai keadilan:
1.      Keadilan tertuju pada orang lain
·         Masalah keadilan atau ketidakadilan hanya dapat timbul dalam konteks antar manusia.
·         Diperlukan sekurang-kurangnya dua manusia.
2.      Keadilan harus ditegakkan
·         Keadilan tidak dianjurkan atau diharapkan saja.
·         Kewajiban mengikat kita, sehingga kita mempunyai kewajiban.
·         Keadilan berkaitan dengan hak yang harus dipenuhi.
·         Keadilan harus dilaksanakan persis sesuai dengan bobot hak seseorang (seolah-olah dapat ditimbang).
3.      Keadilan menuntut persamaan (equality)
·         Memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, tanpa kecuali.

·         Keadilan harus dilakukan terhadap semua orang, tanpa melihat orangnya siapa.

2.2 Paham tradisional mengenai keadilan
Menurut Thomas Aquinas (1225-1274) yang mendasarkan pandangan filosofisnya atas pemiikiran Aristoteles (384-322 SM), secara tradisional keadilan dibagi menjadi tiga: keadilan legal, komutatif, dan keadilan distributif.
1.      Keadilan Umum (general justice)
Berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan untuk memberi kepada masyarakat (secara konkret berarti: negara) apa yang menjadi haknya. Keadilan ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Intinya adalah semua orang atau kelompok masyarakat diperlakukan secara sama oleh negara dihadapan dan berdasarkan hukum yang berlaku.

Dasar moralnya:
a.       Semua orang adalah manusia yang mempunyai harkat dan martabat yang sama dan karena itu harus diperlakukan secara sama.
b.   Semua orang adalah warga negara yang sama status dan kedudukannya, bahkan sama kewajiban sipilnya.

Prinsip dasar tersebut mempunyai beberapa konsekuensi legal dan moral yang mendasar. Semua orang harus secara sama dilindungi oleh hukum, dalam hal ini oleh negara. Bahwa tidak ada orang yang akan diperlakukan secara istimewa oleh hukum atau negara. Dalam hal ini pemerintah, tidak boleh mengeluarkan hukum atau produk hukum apa pun yang secara khusus dimaksudkan demi kepentingan kelompok atau orang terentu, dengan atau tanpa merugikan kepentingan pihak lain. Semua warga tanpa perbedaan apa pun harus tunduk dan taat kepada hukum yang berlaku karena hukum tersebut melindungi hak dan kepentingan semua warga.

Konsekuensi legalnya:
·         Semua orang dilindungi oleh hukum.
·         Tidak ada yang diperlakukan secara istimewa.
·        Negara (pemerintah) tidak boleh mengeluarkan produk hukum demi kepentingan kelompok/orang tertentu.

·         Semua orang wajib tunduk pada hukum yang berlaku.

2.      Keadilan Komutatif (commutative justice)
Berdasarkan keadilan ini setiap orang harus memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya. Hal itu berlaku pada taraf individual maupun sosial. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil atau fair antara orang yang satu dan yang lain atau antara warga negara yang satu dan warga negara yang lainnya. Dengan kata lain, kalau keadilan legal lebih menyangkut hubungan vertikal antara negara dan warga negara, keadilan komutatif menyangkut hubungan horizontal antara warga yang satu dan warga yang lain.
·         Mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dengan yang lain atau antara warga negara yang satu dan warga negara yang lain.
·        Menuntut agar dalam interaksi sosial, tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.
·         Menuntut orang untuk memberikan, menghargai, dan menjamin apa yang menjadi hak orang lain.
·         Dasarnya adanya keseimbangan atau kesetaraan antara semua pihak dalam interaksi sosial apa pun.
·       Negara turun tangan pada saat terjadi ketidakseimbangan atau kesetaraan kedua pihak yang terganggu oleh adanya pelanggaran tadi.
3.      Keadilan Distributif (distributive justice)
Berdasarkan keadilan ini negara (secara konkret berarti: pemerintah) harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat. Prinsip dasar keadilan distributif, atau yang kini juga dikenal sebagai keadilan ekonomi, adalah distribusi ekonomi yang merata atau yang dianggap adil bagi semua warga negara.

2.3 Keadilan individual dan struktural
Keadilan bukan sekedar menyangkut tuntutan agar semua orang diperlakukan secara sama oleh negara atau pimpinan dalam perusahaan, seakan ini merupakan urusan pribadi antara orang tersebut dengan pemerintah atau pimpinan perusahaan. Keadilan juga bukan sekedar menyangkut tuntutan agar dalam interaksi sosial setiao orang memberikan dan menghargai apa yang menjadi hak orang lain, seakan penghargaan terhadap hak orang lain adalah urusan orang per orang satu dengan yang lainnya. Demikian pula, keadilan juga bukan sekedar soal sikap orang per orang untuk menolong memperbaiki keadilan sosial ekonomi orang lain.

Keadilan individual, pelaksanaan keadilan individual tergantung pada kemauan atau keputusan satu orang (atau bisa juga beberapa orang) saja.  Keadilan individual terlaksana, bila hak-hak individual terpenuhi. Keadilan sosial, dalam pelaksanaan keadilan sosial, satu orang atau beberapa orang saja tidak berdaya, pelaksanaannya tergantung dari struktur-struktur masyarakat di bidang sosial-ekonomi, politik, budaya, dan sebagainya. Keadilan sosial terlaksana, bila hak-hak sosial terpenuhi. Keadilan struktural, keadilan sosial tidak terlaksana, kalau struktur-struktur masyarakat tidak memungkinkan. Pada kenyataannya masalah keadilan sosial terutama tampak dalam bentuk negatifnya: sebagai ketidakadilan sosial. Baru jika struktur-struktur masyarakat tidak menghasilkan keadaan yang adil, dirasakan adanya masalah keadilan sosial.

Keadilan individual sering kali dapat dilaksanakan dengan sempurna. Karena kompleksitas masyarakat modern, keadilan sosial tidak pernah dapat dilaksanakan dengan sempurna. Setiap perubahan masyarakat bisa mengakibatkan ketidakadilan struktural untuk golongan tertentu.

2.4 Teori keadilan Adam Smith
Adam Smith hanya menerima satu konsep atau teori keadilan, yaitu keadilan komutatif. Alasannya:

  1. Keadilan sesungguhnya hanya punya satu arti, yaitu keadilan komutatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan hubungan antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak lain. Keadilan sesungguhnya mengungkapkan kesetaraan dan keharmonisan hubungan di antara manusia ini. Itu berarti dalam interaksi sosial apa pun tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Ketidakadilan lalu berarti pincangnya hubungan antarmanusia karena kesetaraan tadi terganggu.
  2. Keadilan legal sudah terkandung dalam keadilan komutatif, karena keadilan legal hanya konsekuensi lebih lanjut dari prinsip keadilan komutatif. Demi menegakkan keadilan komutatif, negara harus bersikap netral dan memperlakukan semua pihak secara sama tanpa terkecuali.
  3. Juga menolak keadilan distributif, karena apa yang disebut keadilan selalu menyangkut hak : semua orang tidak boleh dirugikan haknya. Keadilan distributif justru tidak berkaitan dengan hak. Orang miskin tidak punya hak untuk menuntut dari orang kaya untuk membagi kekayaannya kepada mereka. Orang miskin hanya bisa meminta, tidak bisa menuntutnya sebagai sebuah hak. Orang kaya tidak bisa dipaksa untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi orang miskin.
2.5 Teori keadilan John Rowls
Rawls berpendapat, kita membagi dengan adil dalam masyarakat  jika kita membagi rata kecuali ada alasan untuk membagi dengan cara lain.  Kalau kita ingin menegakkan keadilan dalam masyarakat, apa saja harus dibagi dengan adil? Rawls mulai dengan menjawab bahwa masalah keadilan distributif hanya muncul berkaitan dengan apa yang tergantung pada kemauan manusia. Dimana manusia tidak berpengaruh, disitu juga tidak mungkin timbul soal keadilan.
Menurut Rawls, yang harus kita bagi dengan adil dalam masyarakat adalah the social primary goods (nilai-nilai sosial yang primer). Artinya, hal-hal yang sangat kita butuhkan untuk bisa hidup pantas sebagai manusia dan warga masyarakat. Di samping itu tentu ada banyak hal yang bisa meningkatkan kualitas hidup kita dan banyak juga dicari orang , tapi tidak bisa dianggap primer. Yang termasuk nilai-nilai sosial primer adalah :

  1. Kebebasan-kebebasan dasar, seperti kebebasan mengemukakan pendapat, kebebasan hati nurani dan kebebasan berkumpul, integritas pribadi dan kebebasan politik.
  2. Kebebasan bergerak dan kebebasan memilih profesi.
  3. Kuasa dan keuntungan yang berkaitan dengan jabatan-jabatan dan posisi-posisi penuh tanggung jawab.
  4. Pendapatan dan milik.
  5. Dasar-dasar sosial dari harga diri (self-respect).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1.      Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah pelaku bisnis dibidang perikanan di Indonesia.

3.2.      Data / Variabel Yang Digunakan
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu suatu pengumpulan data dan informasi yang di peroleh dengan menggunakan informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah paham tradisional mengenai keadilan yang diterapkan oleh pelaku bisnis dibidang perikanan di Indonesia.

3.3.      Metode Pengumpulan Data
Dalam upaya memperoleh data dalam penyusunan penulisan ilmiah ini, penulis mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber dengan metode penulisan sebagai berikut :
1. Observasi
Untuk mendapatkan data dan informasi tersebut penulis menggunakan data sekunder berupa artikel berita yang terdapat di beberapa portal berita.
2. Studi Pustaka
Mencari referensi dari buku-buku dan literatur-literatur yang berkaitan dengan topik dalam penulisan ini.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Data dan Profile Objek Penelitian
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki ± 17.508 pulau, wilayahnya terbentang sepanjang 3.9777 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik telah menjadi salah satu negara dengan kekayaan laut terbesar di dunia. Potensi sumber daya ikan Indonesia diperkirakan mencapai angka 6,2 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan 3,7 juta ton per tahun. Sumber daya perikanan ini umumnya bersifat common property, artinya kepemilikannya bersifat umum serta open access, yang berarti pula akses terhadapnya bersifat terbuka. Namun pemanfaatan sumber daya laut tersebut untuk kesejahteraan masyarakat ternyata belum optimal.

4.2 Hasil Penelitian dan Analisis/Pembahasan
4.2.1 Kasus-Kasus Penelitian
1. IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing
Pada 2001 Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengatakan estimasi kerugian akibat illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU fishing) yang dialami Indonesia setiap tahun ± Rp 30 triliun. Akan tetapi saat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan kajian tentang kerugian negara terkini akibat IUU Fishing, jumlah tersebut mengalami lonjakan signifikan. Setiap tahunnya, diperkirakan Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp. 101.040 triliun/tahun akibat IUU Fishing.

Penghitungan kerugian tenaga kerja dihitung dari perkiraan jumlah kapal yang melakukan illegal fishing. Dari pengalaman hasil operasi Kapal Pengawas KKP selama ini, jumlah kapal yang melakukan illegal fishing rata-rata mencapai 1.000 kapal dalam satu tahun. Untuk perkiraan jumlah ikan yang dicuri secara global mencapai 25% dari potensi ikan. Data itu berdasarkan data dari FAO pada 2001. Sehingga perkiraan kerugian akibat ikan yang dicuri mencapai Rp 28,8 triliun per tahun. Ida menerangkan IUU Fishing tidak hanya membuat Indonesia mengalami kerugian dalam bentuk pemasukan negara tetapi juga kerugian ekonomis, kerugian ekologis, dan kerugian sosial.

2. Kesulitan yang dihadapi oleh nelayan kecil karena banyaknya pungutan dan retribusi
Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menilai kesulitan nelayan kecil berbisnis ikan karena beberapa faktor. Yang utama: banyaknya pungutan dan retribusi. Hambatan lain adalah nelayan diwajibkan membayar retribusi masuk ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI). "Kalau di sini mesti masih bayar sana sini. Izin prinsip kita bayar, lalu IMB juga bayar, daftarin mesin di Bea Cukai harus bayar lagi. Lah, ini belum apa-apa kita sudah keluar biaya sampai 40 persen," kata Susi. Susi tidak menyalahkan prosedur yang diterapkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Tapi, ia berharap, ada perlakuan beda antara pengusaha kecil dan besar berkaitan dengan pungutan fiskal.

3. Penurunan Anggaran Belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2014
Anggaran Belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2014 turun dari Rp 6.9 triliun (APBN-P 2013) menjadi Rp 5.6 triliun (RAPBN 2014). Sementara anggaran belanja negara direncanakan mencapai Rp 1.8 triliun, naik 5,2 persen dari pagu belanja negara pada APBNP Tahun 2013 Rp1.7 triliun.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Abdul Halim menyatakan, pengurangan anggaran ini mencerminkan tiadanya visi kelautan dalam pembangunan Indonesia, meski 70 persen wilayahnya adalah laut. Prioritas anggarannya diarahkan semata untuk meningkatkan peningkatan produksi dan mengenyampingkan kesejahteraan manusianya (baca: nelayan tradisional).

Kesejahteraan nelayan harus menjadi fokus utama sebagai negara maritim. Kesejahteraan nelayan yang buruk ditambah parah oleh tengkulak-tengkulak yang mengambil untung jauh lebih besar ketimbang nelayannya.

4.2.2 Pembahasan
Masalah penelitian yang telah diuraikan di atas telah menjelaskan bahwa telah terjadi ketidakadilan dalam bisnis perikanan. Berdasarkan paham tradisional, permasalah ini tidak sejalan dengan keadilan umum, komutatif, dan distributif.

Permasalahan 1: IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing
Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing merupakan:
  1. Kegiatan perikanan yang tidak sah.
  2. Kegiatan perikanan yang tidak diatur oleh peraturan yang berlaku.
  3. Aktivitasnya tidak di laporkan kepada suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia.

Tindakan ini telah melanggar keadilan umum yang menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat dengan negara. Anggota masyarakat diwajibkan untuk memberi kepada negara apa yang menjadi haknya. Pelakunya sudah merugikan negara dan bertindak tidak adil dengan melakukan kegiatan secara tidak sah, tidak sesuai dengan peraturan yang ada, dan tidak melaporkan kegiatannya.

Pelaku tindakan IUU Fishing juga sudah berlaku tidak adil berdasarkan keadilan komutatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil atau fair antara orang yang satu dan yang lain atau antara warga negara yang satu dan warga negara yang lainnya. Pelaku bisnis legal lain telah melakukan sesuai dengan prosedur, sedangkan pelaku IUU Fishing tidak. Tetapi keduanya  melakukan kegiatan yang sama, yaitu berbisnis dibidang perikanan dan mendapatkan keuntungan.

Permasalahan 2: Kesulitan yang dihadapi oleh nelayan kecil karena banyaknya pungutan dan retribusi
Permasalahan ini tidak sesuai dengan keadilan distributif, berdasarkan keadilan ini negara harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota masyarakat. Prinsip dasar keadilan distributif, atau yang kini juga dikenal sebagai keadilan ekonomi, adalah distribusi ekonomi yang merata atau yang dianggap adil bagi semua warga negara.

Kenyataannya, para nelayan kecil atau tradisional merasa tidak adil dengan banyaknya pungutan dan retribusi. Keuntungan yang didapat menjadi berkurang, karena kemampuan dalam menangkap ikan terbatas. Sedangkan nelayan atau perusahaan perikanan yang lebih besar menganggap hal ini bukan suatu permasalahan karena kemampuan mereka dalam menangkap ikan dapat lebih tinggi. Sebaiknya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat menyesuaikan prosedur yang diterapkan dengan menyesuaikan kemampuan antara pengusaha kecil dan besar berkaitan dengan pungutan fiskal.

Permasalahan 3: Penurunan Anggaran Belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2014
Tindakan pemerintah yang menurunkan Anggaran Belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2014 mencerminkan tiadanya visi kelautan dalam pembangunan Indonesia, meski 70 persen wilayahnya adalah laut. Prioritasnya anggarannya diarahkan semata untuk meningkatkan peningkatan produksi mengakibatkan ketidakadilan bagi para nelayan tradisional. Tindakan tersebut tidak sesuai dengan keadilan distributif, yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah:
  1. Pemenuhan hak dasar nelayan tradisional untuk memperoleh perlindungan jiwa dan kesehatan.
  2. Kemudahan akses modal dan kepastian berusaha di laut.
  3. Revitalisasi fungsi TPI yang memihak nelayan tradisional.
  4. Pemerataan pendidikan dan pelatihan kenelayanan (pra hingga pasca tangkap/budidaya).
  5. Terpenuhinya hak dasar nelayan untuk mendapatkan lingkungan hidup dan perairan tradisional yang bersih dan sehat, termasuk di dalamnya air bersih, sanitasi, dan fasum-fasos.

Kesejahteraan nelayan harus menjadi fokus utama sebagai negara maritim. Kesejahteraan nelayan yang buruk ditambah parah oleh tengkulak-tengkulak yang mengambil untung jauh lebih besar ketimbang nelayannya.

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Praktik IUU Fishing secara nyata mengancam pencapaian visi pembangunan kelautan dan perikanan yang memiliki dampak negatif terhadap keberlangsungan stok ikan, lingkungan, mata pencaharian masa depan masyarakat kelautan dan pesisir. Tindakan ini telah melanggar keadilan umum dan keadilan komutatif. Kesulitan yang dihadapi oleh nelayan kecil karena banyaknya pungutan dan retribusi merasa tidak adil. Permasalahan ini tidak sesuai dengan keadilan distributif. Sedangkan, penurunan Anggaran Belanja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2014 tidak sesuai dengan keadilan distributif bagi para nelayan tradisional. Berdasarkan paham tradisional, kasus-kasus ini tidak sejalan dengan keadilan umum, komutatif, dan distributif.









 DAFTAR PUSTAKA

Bertens, Kees. 2006. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.
Keraf, Sonny. 2008. Etika Bisnis. Yogyakarta : Kanisius.
Berita Satu. (2014, 17 April). Kerugian Akibat Illegal Fishing Capai Rp 100 Triliun per Tahun. Berita Satu [Online]. Tersedia: http://id.beritasatu.com/agribusiness/kerugian-akibat-illegal-fishing-capai-rp-100-triliun-per-tahun/82564
Setiawan, Tatang. Tanpa Tahun. Efektifitas Pengadilan Perikanan. Pengadilan Negeri Pontianak [Online]. Tersedia: http://pn-pontianak.go.id/artikel/efektifitas-pengadilan-perikanan
Nugraha, Angga Bhagya. (2014, 30 Oktober). Susi: Nelayan Merana Gara-gara Banyaknya Pungutan dan Retribusi. Tribunnews [Online]. Tersedia: http://www.tribunnews.com/nasional/2014/10/30/susi-nelayan-merana-gara-gara-banyaknya-pungutan-dan-retribusi
Ist. (2013, 2 September). SBY Abaikan Pembangunan Kelautan dan Penyejahteraan Nelayan Tradisional. Tribunnews [Online]. Tersedia: http://www.tribunnews.com/nasional/2013/09/02/sby-abaikan-pembangunan-kelautan-dan-penyejahteraan-nelayan-tradisional

Net. (2014, 31 Mei). Sepuluh Tahun Sektor Perikanan Dikelola secara Liberal. Tribunnews [Online]. Tersedia: http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/05/31/sepuluh-tahun-sektor-perikanan-dikelola-secara-liberal

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH PROPOSAL KEGIATAN (REUNI SMA)

CONDITIONAL SENTENCES

Adverbial Clauses