Jurnal Penelitian Etika Bisnis
ETIKA
BISNIS
Jurnal
Penelitian
Diajukan guna melengkapi salah satu
syarat penilaian semester 7
Mata Kuliah Etika Bisnis
Fakultas Ekonomi Universitas
Gunadarma
Nama : Yunita
Zakiah
NPM
: 17211684
Kelas :
4EA17
Dosen : Bonar S. Panjaitan
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2014
ABSTRAK
Yunita
Zakiah, 4EA17, 17211684
ETIKA
BISNIS
Kata
kunci: Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika didalam
menjalankan bisnisnya? Bagaimanakah bentuk pelanggarannya? Apakah faktor
penyebabnya? Bagaimana cara mengatasinya?
Penulisan
ini bertujuan untuk mengetahui etika dalam bisnis yang dilakukan pelaku bisnis
yang ada disekitar kita dalam menjalankan bisnisnya, bentuk pelanggarannya,
faktor penyebabnya, dan cara mengatasinya.
Untuk mengatasi
hal ini, andil pemerintah untuk membuat regulasi atau kebijakan juga pemberian sanksi
pada pelaku bisnis yang melanggar etika bisnis. Konsistensi dan aktif sosialisasi
badan pemerintahan, BPOM dan BSN, sangat diperlukan agar hak konsumen terpenuhi
dan tidak dirugikan. Hal ini bertujuan prinsip timbal balik dan iktikad baik antara
produsen terhadap konsumen dapat tercapai, sesuai dengan aspek tolok ukur
etika.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia bisnis saat ini
mengalami perkembangan yang cepat, tidak hanya menyangkut hubungan antara
pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara luas. Perkembangan
ini perlu diimbangi dengan aturan-aturan atau norma-norma yang dapat mengatur
bisnis itu sendiri. Bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika bisnis adalah suatu
bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan bisnis yang dilakukan oleh
para pelaku-pelaku bisnis. Masalah etika dan ketaatan pada hukum yang berlaku
merupakan dasar yang kokoh yang harus dimiliki para pelaku bisnis dan akan
menentukan tindakan apa dan perilaku bagaimana yang akan dilakukan dalam
bisnisnya. Untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang
transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat, maupun
bangsa lain agar tidak hanya satu pihak yang menjalankan etika.
Penggunaan etika dalam
menjalankan usaha atau bisnis oleh para pelaku bisnis dapat mempengaruhi image
perusahaan serta dirinya sendiri. Hal ini dapat berdampak langsung terhadap
tingkat penjualan, kinerja pemasaran, dan pendapatan perusahaan tersebut.
1.2 Rumusan dan Batasan
Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan sebelumnya, pada bagian ini permasalahan
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika
dalam menjalankan bisnisnya?
2. Bagaimanakah bentuk pelanggarannya?
3. Apakah faktor penyebabnya?
4. Bagaimana cara mengatasinya?
Pembahasan dalam penulisan ini adalah melihat etika yang digunakan
oleh pelaku bisnis dalam menjalankan bisnisnya. Supaya tujuan penelitian dapat
tercapai, maka penulis membatasi ruang lingkup masalah. Objek yang diteliti adalah produsen mainan anak-anak yang beredar
di Indonesia. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder.
Metode analisis yang digunakan adalah analisa deskriptif.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita
menggunakan etika dalam menjalankan bisnisnya.
2. Untuk mengetahui bentuk pelanggarannya.
3. Untuk mengetahui faktor penyebabnya.
4. Untuk mengetahui cara mengatasinya.
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian yang dilakukan
dalam penulisan ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak
akademis maupun pihak non akademis, seperti :
1. Manfaat Akademis :
a. Penulis dapat menambah wawasan pembaca mengenai etika bisnis
bagi pelaku bisnis.
b. Penulis dapat memberikan gambaran pada pembaca mengenai etika
bisnis bagi pelaku bisnis.
2. Manfaat Praktis :
a. Konsumen dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi.
b. Pelaku
bisnis diharapkan dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan
pembuatan kebijakan dalam etika bisnis di masa yang akan datang.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Etika Bisnis
Kata “etika” dan “etis”
tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dan karena itu pula “etika bisnis “
bisa berbeda artinya. Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam
etika sebagai refleksi kita berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya
tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika sebagai
refleksi berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis
sebagai obyeknya.
Dalam ilmu ekonomi, bisnis
adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau
bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa
Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam
konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk
mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Menurut Bertens,
keuntungan termasuk definisi bisnis. Sebab, apa itu bisnis? Dengan cara
sederhana tapi cukup jelas, bisnis sering dilukiskan sebagai “to provide products or services for a profit”.
Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam
bisnis modern. Bisnis tidak mungkin berjalan, kalau tidak ada konsumen yang
menggunakan produk atau jasa yang dibuat dan ditawarkan oleh bisnis. Peter Drucker,
perintis teori manajemen, menggarisbawahi peranan sentral pelanggan atau konsumen
dengan menandaskan bahwa maksud bisni bisa didefinisikan secara tepat sebagai ‘to create a customer”. (Bertens, 227)
Etika bisnis merupakan
cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam
suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta
pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra
kerja, pemegang saham, masyarakat.
Adapun menurut Business
& Society – Ethics and Stakeholder Management Business Stakeholder (Caroll
& Buchholtz, 2000), adalah:
Ethics is dicipline that deals with
what is good and bad and with moral duty and obligation. Ethics can also be
regarded as a set of moral principles or values. Morality is a doctrine or
system of moral conduct. Moral conduct refers to that which relates to
principles of right and wrong in behavior. Business ethics, therefore, is
concerned with good and bad or right and wrong behavior that takes place within
a business context. Concepts of right and wrong are increasingly being
interpreted today to include the more difficult and subtle questions of
fairness, justice, and equity.
Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa etika bisnis adalah tata cara mengenai hal boleh dan tidak boleh
dilakukan dalam melakukan bisnis oleh individu, perusahaan dan juga masyarakat.
2.2 Pentingnya Etika Bisnis dalam Berbisnis
Bukankah bisnis dan
etika adalah dua hal yang bertolak
belakang dan berbeda? Banyak opini yang demikian sehingga sering beredar di kalangan
masyarakat, terutama masyarakat yang berkecimpung di dunia bisnis. Banyak
definisi yang berkaitan dengan etika, tetapi pada intinya etika adalah semua
norma atau “aturan” umum yang harus
diperhatikan dalam berbisnis yang merupakan sumber dari nilai-nilai yang luhur
dan perbuatan yang baik. Etika berbeda dengan hukum, aturan, ataupun regulasi,
di mana hukum dan regulasi jelas aturan main dan sanksinya, atau dengan
perkataan lain hukum atau regulasi adalah etika yang sudah diformalkan.
Misalnya: Undang-undang, peraturan lalu lintas, dan sebagainya.
Etika tidak memiliki sanksi yang jelas, selain barangkali sanksi moral, atau sanksi dari Yang Maha Kuasa. Sehingga pada kenyataannya, sering etika tidak bergitu diperhatikan. Dalam jangka pendek, bisnis yang tidak memerhatikan etika bisa jadi akan dapat keuntungan, tetapi dalam jangka panjang, biasanya bermasalah dan mendapatkan sanksi moral dari masyarakat.
Ada beberapa pokok-pokok etika bisnis (F.Magnis Suseno, 1991:158-167) yaitu :
a. Beberapa sikap langsung terhadap pekerjaannya
Dapat
disebut juga nilai-nilai seperti pelayanan pelanggan, loyalitas terhadap
perusahaan, efisiensi organisatoris. Keberhasilan dan produktivitas tinggi.
b. Tanggung Jawab Lebih Luas
b. Tanggung Jawab Lebih Luas
Pemimpin
perusahaan secara spontan memperhatikan serta merasa bertanggung jawab atas
atau terhadap semua pihak, dan juga perlu memiliki perasaan tanggung jawab
menyeluruh yang jauh melampaui segi untung rugi material langsung
perusahaannya.
c. Beberapa bisnis supaya dapat menjadi efektif harus dirumuskan secara kongkrit
c. Beberapa bisnis supaya dapat menjadi efektif harus dirumuskan secara kongkrit
Orang-orang
bisnis sendiri harus merumuskan tantangan-tantangan etika yang dihadapi dan
menyepakati sikap-sikap mana yang hendak diambil.
d. Sikap-sikap Pribadi.
d. Sikap-sikap Pribadi.
Kejujuran
dan tanggung jawab serta perinciannya dalam cara sebuah perusahaan melakukan
bisnisnya mengandaikan bahwa mereka yang menentukannya, memiliki sikap moral
atau karakter yang sesuai. Sikap-sikap itu adalah masalah mutu orang yang
bersangkutan sebagai manusia.
2.3 Aspek Tolok Ukur Etika
Ada dua aspek tolok
ukur etika, kedua hal ini adalah fondasi penting untuk etika bisnis atau
melakukan bisnis yang fair dan jujur walaupun pada kenyataannya sulit untuk
mengukurnya, yaitu:
1. Prinsip imbal balik
1. Prinsip imbal balik
Para
pemikir etika di dunia mencoba untuk membuat dasar pedoman pengukuran. Salah
satunya adalah “prinsip imbal balik” atau prinsip imperatif dalam etika, di
mana sesuatu tindakan dianggap tidak beretika apabila orang lain melakukannya
kepada Anda, maka Anda tidak bisa menerimanya.
2. Iktikad baik
Suatu
tindakan dianggap beretika apabila kita tidak keberatan jika orang lain
melakukan hal itu terhadap diri kita. Sesuai dengan prinsip imbal balik, tetapi
masalahnya tidak semua orang akan memiliki wawasan atau pandangan yang sama.
Pada akhirnya etika bisnis sangat tergantung kepada iktikad baik.
2.4 Prinsip-Prinsip Etika Bisnis
Menurut Sony Keraf
(1998) prinsip-prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut:
- Prinsip otonomi, adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
- Prinsip kejujuran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
- Prinsip keadilan, menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional objektif, serta dapat dipertanggungjawabkan.
- Prinsip saling menguntungkan (mutual benefit principle), menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan semua pihak.
- Prinsip integritas moral, terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan maupun perusahaannya.
2.5
Perhatian untuk konsumen
Perumusan hak konsumen
yang termahsyur ini agaknya tidak lengkap, tetapi dapat dipandang sebagai jalan
masuk yang tepat ke dalam masalah etis sekitar konsumen. Karena itu ada baiknya
kita mempertimbangkan ke empat hak ini:
- Hak atas keamanan
- Hak atas informasi
- Hak untuk memilih
- Hak untuk didengarkan
- Hak lingkungan hidup
- Hak konsumen atas pendidikan
Semua hak konsumen ini
disebut juga dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen yang dimiliki
Indonesia sejak April 1999, ditambah beberapa hak lain seperti hak untuk
mendapatkan advokasi serta perlindungan dan hak untuk mendapatkan ganti rugi
atau penggantian apabila produk tidak dalam keadaan semestinya.
2.4
Hal yang Perlu Diperhatikan dan Permasalahan dalam Etika Bisnis
Dalam menciptakan etika
bisnis, ada hal-hal yang perlu diperhatikan, diantaranya: pengendalian diri, pengembangan
tanggung jawab sosial perusahaan (social responsibility), menciptakan
persaingan yang sehat, menerapkan konsep “permbangunan berkelanjutan”, menghindari
sikap yang kurang etis KKN (Koneksi, Kolusi, dan Komisi), harus mampu
menyatakan hal benar itu adalah benar, konsekuen dan konsisten dengan
aturan-aturan yang telah disepakati bersama, menumbuhkembangkan kesadaran dan
rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati (sense of belonging), dan perlu adanya sebagian etika bisnis yang
dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan maupun
perundang-undangan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian
Objek
penelitian ini adalah produsen mainan anak-anak yang beredar di Indonesia.
3.2. Data / Variabel
Yang Digunakan
Data
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
yaitu suatu pengumpulan data dan informasi yang di peroleh dengan menggunakan
informasi yang berhubungan dengan masalah penelitian.
Variabel
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah etika bisnis yang dilakukan
oleh produsen mainan anak yang beredar di Indonesia.
3.3. Metode Pengumpulan
Data
Dalam
upaya memperoleh data dalam penyusunan penulisan ilmiah ini, penulis mengumpulkan
data dan informasi dari berbagai sumber dengan metode penulisan sebagai berikut
:
1. Observasi
Untuk mendapatkan data dan
informasi tersebut penulis menggunakan data sekunder berupa artikel berita yang
terdapat di beberapa portal berita.
2. Studi kepustakaan
Mencari referensi dari
buku-buku dan literatur-literatur yang berkaitan dengan topik dalam penulisan
ini.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Data dan Profile Objek
Penelitian
Asosiasi
Pedagang dan Produsen Mainan Indonesia - Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia,
disingkat APMI didirikan pada tahun 1992 pendirian ini diprakarsai oleh
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Bapak Arifin Siregar pada tanggal
16 Maret 1992 APMI adalah satu-satunya organisasi untuk produsen mainan di
Indonesia dengan tujuan untuk menciptakan dan mengembangkan industri mainan
kompetitif. Ia memelihara dan mengembangkan model usaha dan kegiatan produsen
mainan untuk kebutuhan dunia bisnis dalam negeri dan luar negeri.
4.2. Hasil Penelitian dan Analisis/Pembahasan
4.2.1 Artikel Permasalahan Mainan Anak di Indonesia
Rainbow
Loom Indonesia: Terbuat dari Karet, Gelang Lucu Loom Band Aman
AN
Uyung Pramudiarja – detikHealth, Senin, 01/09/2014 14:42 WIB, Jakarta.
Kandungan
bahan beracun penyebab kanker ditemukan pada charms atau aksesori gelang
warna-warni loom band. Gelang loom band sendiri diklaim aman karena terbuat
dari karet, bukan dari plastik yang mengandung phthalates. "Kalau loom
band-nya sendiri aman. Bahannya dari karet," tegas Joel S dari Rainbow
Loom Indonesia, saat dihubungi detikHealth, Senin (1/9/2014). Di Inggris,
charms atau aksesori gelang loom band ditarik dari peredaran oleh jaringan toko
mainan The Entertainer karena mengandung racun berbahaya phthalates. Senyawa
tersebut digunakan di industri untuk membuat plastik agar lebih fleksibel.
Pada kadar tertentu, senyawa phthalates bersifat karsinogenik atau bisa memicu kanker. Hasil pengujian The Birmingham Assay Office pada sejumlah charms gelang loom band menemukan kandungan phthalates sebesar 40 persen, jauh lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan Uni Eropa yakni 0,1 persen. Selain pada charms, senyawa phthalates bisa ditemukan juga pada karpet dan produk-produk rumah tangga. Bahkan, senyawa ini dipakai juga dalam produk kosmetika seperti cat kuku dan hair spray.
Pada kadar tertentu, senyawa phthalates bersifat karsinogenik atau bisa memicu kanker. Hasil pengujian The Birmingham Assay Office pada sejumlah charms gelang loom band menemukan kandungan phthalates sebesar 40 persen, jauh lebih tinggi dari ambang batas yang ditetapkan Uni Eropa yakni 0,1 persen. Selain pada charms, senyawa phthalates bisa ditemukan juga pada karpet dan produk-produk rumah tangga. Bahkan, senyawa ini dipakai juga dalam produk kosmetika seperti cat kuku dan hair spray.
Terkait
kandungan phthalates dalam charms gelang warna warni loom band, Joel juga
menyampaikan bahwa produk yang dijualnya juga mengantongi sertifikasi dari
pabrik sehingga terjamin keamanannya. Sayangnya dari pengamatan detikHealth di
sebuah toko mainan di Mal Kota Kasablanca Jakarta Selatan, produk-produk loom
band umumnya tidak mencantumkan logo SNI (Standar Nasional Indonesia) di
kemasannya.
Pthalate
Phthalates
bisa ditemukan pada berbagai jenis produk. Phthalates juga digunakan pada
mainan, benda elektronik seperti komputer, produk perawatan mobil, pembasmi
serangga, dan produk rumah tangga termasuk bungkus dan wadah plastik atau tirai
mandi. Pada produk perawatan diri, phthalates digunakan untuk membantu menjadi
pelumas zat lain, menjadikan lotion menyatu dan lembut pada kulit, dan menjaga
wangi bertahan lebih lama. Pada deodoran, cat kuku, hair spray, parfum, lotion,
dan bedak (termasuk pada bedak, lotion, dan krim untuk bayi). Bahan kimia pada
produk ini dapat diserap melalui kulit dan aliran darah.
Bahan
kimia ini masuk ke tubuh anak ketika mereka menghisap atau mengunyah sebuah
benda yang mengandung plasticizer seperti teether, atau anak memegang mainan
lalu menghisap jari tangannya. Bayi paling rentan terpapar phthalates karena
mereka selalu menghisap jari dan secara rutin memasukkan benda ke mulut. Orang
dewasa maupun anak-anak memiliki kemungkinan untuk menyerap phthalates ke dalam
tubuh. Anak-anak memiliki resiko lebih tinggi karena perilaku mereka memasukkan
tangan ke mulut atau bermain di lantai.
Ada
kekhawatiran besar terhadap kadar racun dari Pthalate seperti DEHP (Bis
(2-ethylhexyl) Pthalate) yang bersifat toksik bagi reproduksi mamalia, karena
dapat menganggu perkembangan testis di awal kehidupan. DEHP dan DBP (Dibutyl Pthalate) digolongkan
sebagai ‘toksik bagi sistem reproduksi’ di Eropa 17 dan penggunaannya dibatasi.
Dibawah Undang Undang Uni Eropa REACH, DEHP, BBP (Benzyl butyl Phthalates) dan
DBP dijadwalkan pelarangannya pada tahun 2015.
4.2.2 Artikel Peraturan Mainan Anak di Indonesia
Mainan
Anak Wajib SNI Baru Diberlakukan November 2014
Sabtu,
3 Mei 2014 03:18 WIB, TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA.
Pemerintah
kembali memperlonggar aturan wajib standar nasional industri (SNI) untuk mainan
anak. Produsen mainan anak diberi kelonggaran hingga enam bulan ke depan. Namun
demikian, Menteri Perdagangan M Lutfi mengelak jika dikatakan, pemerintah
mengundur aturan tersebut. Rencana awalnya, pemerintah mulai menerapkan
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24/M-IND/PER/4/2013 tentang pemberlakuan
SNI Mainan Anak pada 10 Oktober 2013. Namun, karena masih belum siap, produsen
mainan anak lantas diberikan tenggang waktu hingga awal Mei 2014.
Pengawasan
yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Mei hingga
November 2014 bukanlah penertiban yang memaksa, melainkan pembinaan. “Artinya
jika ditemukan yang tak ber-SNI masih bisa dimusyawarahkan. Tapi setelah 6
bulan ini (setelah November 2014), pengawasan akan diserahkan ke aparat umum
supaya ada sistem yang baik di dalam negeri,” kata Lutfi.
PEMBERLAKUAN
SNI MAINAN ANAK, LINDUNGI ANAK INDONESIA
Kementerian
Perindustrian mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian No.
24/M-Ind/PER/4/2013 yang memberlakukan secara wajib 5 SNI yang meliputi : (1)
SNI ISO 8124-1:2010, Keamanan Mainan-Bagian 1: Aspek keamanan yang berhubungan
dengan sifat fisis dan mekanis, (2) SNI ISO 8124-2:2010, Keamanan Mainan-Bagian
2: Sifat mudah terbakar, (3) SNI ISO 8124-3:2010, Keamanan Mainan-Bagian 3:
Migrasi unsur tertentu, (4) SNI ISO 8124-4:2010, Keamanan Mainan-Bagian 4:
Ayunan, seluncuran dan mainan aktifitas sejenis untuk pemakaian di dalam dan di
luar lingkungan tempat tinggal, serta (5) SNI IEC 62115:2011, Mainan
elektrik-Keamanan.
4.3 Rangkuman Hasil Penelitian
Berdasarkan
uraian artikel-artikel berita di atas merupakan contoh kasus dari pelanggaran
etika bisnis, diantaranya:
- Ada perusahaan yang belum mempunyai izin tetapi sudah melakukan kegiatan penjualan mainan anak.
- Produk mainan anak yang belum memiliki nomor registrasi dari perusahaan yang sudah mempunyai izin ataupun belum, sudah diperjualbelikan di pasaran.
- Melanggar peraturan yang berlaku, Peraturan Menteri Perindustrian nomor : 24/M-IND/PER/4/2013 Tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Mainan secara wajib.
- Pelanggaran hak paten.
- Penggunaan bahan yang berbahaya dalam produknya, yaitu Phthalates.
Permasalahan
di atas secara langsung merupakan pelanggaran terhadap hukum, karena menyalahi
peraturan pemerintah bahwa semua perusahaan yang akan beroperasi harus
memperoleh izin usaha terlebih dahulu dan produk tersebut harus diberi label
SNI (Standar Nasional Indonesia). Selain itu, perusahaan pesaing dari Rainbow
Loom melakukan pelanggaran hak paten juga menggunakan bahan yang berbahaya
dalam produknya.
Secara
tidak langsung pelanggaran ini bertentangan dengan etika juga, karena (1)
kewajiban mematuhi peraturan hukum didasarkan atas etika dan (2) pelanggaran
itu bisa menjadi penyebab masalah untuk tindakan yang merugikan masyarakat
konsumen.
Pelanggaran
ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor:
- Studi sejarah menunjukkan bahwa maksimalisasi keuntungan sebagai tujuan usaha ekonomis mengakibatkan kurang etis.
- Biasanya faktor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya pelaku bisnis melakukan pelanggaran hakpaten.
- Kurang tegasnya pihak BPOM dalam mengatasi permasalahan pelanggaran bahan bahaya yang digunakan.
- Kurangnya sosialisasi pihak BSN kepada masyarakat terutama pedagang mengenai aturan untuk mainan anak wajib memiliki logo SNI.
Untuk
mengatasi permasalahan ini, andil pemerintah sangat diperlukan. Pemerintah mempunyai
kewajiban untuk memberikan kepastian hukum dan penegakan hukum terhadap
pelaksanaan aturan pemasaran produksi, diperusahaan-perusahaan. Jika terjadi
pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan, pemerintah akan tegas memberikan
sanksi hukum kepada perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan syarat produksi
produk dengan benar dan perusahaan mempunyai barang ilegal atau tidak memiliki
izin pemasaran produksi dari lembaga pemerintahan.
Keputusan
untuk menghentikan pasokan barangnya di pasaran yang dilakukan oleh The
Entertainer perlu dijadikan contoh. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut memiliki etika bisnis yang baik dengan konsekuen dan konsisten dengan
aturan-aturan yang telah disepakati bersama.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Perusahaan
pesaing dari Rainbow Loom yang membuat tiruan dari produk ini. Padahal yang
dilakukan oleh perusahaan pesaing tersebut telah menyalahi beberapa aturan. Perilaku
ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etika bisnis. Mulai dari
pelanggaran izin usaha, hak paten, dan penggunaan bahan berbahaya bagi pengguna
produk. Tujuan perusahaan mengambil keuntungan dari terkenalnya produk menjadi
faktor yang melatarbelakangi dilakukannya pelanggaran ini.
Untuk
mengatasi hal ini, andil pemerintah untuk membuat regulasi atau kebijakan juga
pemberian sanksi pada pelaku bisnis yang melanggar etika bisnis. Konsistensi
dan aktif sosialisasi badan pemerintahan, BPOM dan BSN, sangat diperlukan agar
hak konsumen terpenuhi dan tidak dirugikan. Hal ini bertujuan prinsip timbal
balik dan iktikad baik antara produsen terhadap konsumen dapat tercapai, sesuai
dengan aspek tolok ukur etika.
DAFTAR PUSTAKA
- Arijanto, Agus. 2011. Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis: Cara Cerdas dalam Memahami Konsep dan Faktor-faktor Etika Bisnis dengan Beberapa Contoh Praktis. Jakarta: Grafindo.
- Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius.
- DNW. Tanpa Tahun. Pemberlakuan SNI Mainan Anak, Lindungi Anak Indonesia. BSN [Online]. Tersedia: http://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/5154#.VD6P3MGGpfA
- Estu Suryowati. (2014, 3 Mei). Mainan Anak Wajib SNI Baru Diberlakukan November 2014. Tribunnews [Online]. Tersedia: http://www.tribunnews.com/bisnis/2014/05/03/mainan-anak-wajib-sni-baru-diberlakukan-november-2014
- Greenpeace. (2012, 20 November). Sebelas bahan kimia berbahaya yang harus di akhiri penggunaanya. Greenpeace [Online]. Tersedia: http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/toxics/Air/Sebelas-bahan-kimia-berbahaya/#a1
- Ismawati. Tanpa Tahun. Waspada Bahaya Phthalates untuk Bumil dan Anak. Ibupedia.com [Online]. Tersedia: http://www.ibupedia.com/artikel/balita/waspada-bahaya-phthalates-untuk-bumil-dan-anak
- Uyung Pramudiarja. (2014, 1 September). Rainbow Loom Indonesia: Terbuat dari Karet, Gelang Lucu Loom Band Aman. Detik.com [Online], halaman 1. Tersedia: http://health.detik.com/read/2014/09/01/143437/2677913/1301/rainbow-loom-indonesia-terbuat-dari-karet-gelang-lucu-loom-band-aman
- Wikipedia. 2014. Rainbow Loom. Dalam http://en.wikipedia.org/wiki/Rainbow_Loom
Komentar
Posting Komentar